Wanaloka.com – Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terjadi di Hutan Lindung Siarubung/Dolok Sijonaha yang termasuk dalam kawasan wisata Danau Toba di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara (Sumut). Karhutla bermula pada Ahad, 14 Juli 2024 di kawasan dekat Desa Aek Sipitudai, Kecamatan Sianjur Mula-Mula yang melahap padang ilalang dan pohon pinus yang tumbuh di perbukitan tersebut.
Menurut Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sumut, api diduga berasal dari pembukaan lahan dan sudah melahap lebih dari 100 hektare hutan lindung. Petugas kesulitan memadamkan api karena lokasi kebakaran merupakan daerah perbukitan terjal tanpa akses jalan yang dapat dilalui kendaraan pemadam kebakaran.
Belum lagi angin kencang, ilalang kering, dan musim kemarau membuat api semakin cepat meluas. Pemadaman api dilakukan oleh tim gabungan yang terdiri dari Personel Kesatuan Pengelola Hutan Wilayah VIII Dolok Sanggul, Manggala Agni Daerah Operasional Aek Nauli, Pemerintah Kabupaten Samosir, aparat TNI dan Polri setempat, serta kelompok tani hutan.
Baca Juga: Fenomena Mbedhidhing Pernah Capai 1 Derajat Celcius di Dataran Tinggi Dieng
Akibat keterbatasan alat dan personel dalam menjangkau kawasan yang terbakar, petugas tidak bisa mengakses beberapa titik api besar. Sebenarnya mobil pemadam kebakaran dan pompa air bertekanan tinggi telah dikerahkan, tapi tidak semua titik api bisa diakses. Akhirnya petugas melakukan pemadaman manual dengan memukul-mukul api untuk mencegah penyebaran api.
Anggota Komisi IV DPR, Daniel Johan menyoroti keterbatasan alat pemadam untuk mengatasi karhutla tersebut. Ia memberi catatan kepada pemerintah karena kurang antisipasi untuk menghadapi karhutla.
“Karhutla ini selalu berulang setiap tahun saat musim kemarau. Pemerintah seharusnya lebih sigap melakukan antisipasi. Siapkan sarana pemadam karhutla yang maksimal!” tegas Politisi Fraksi PKB itu dalam siaran tertulis tertanggal 18 Juli 2024.
Baca Juga: Kritik Walhi Gorontalo, Pemda Lamban Atasi Bencana Ekologis di Gorontalo yang Berulang
Menurut dia, pemerintah seharusnya menyiapkan helikopter water bombing di daerah-daerah yang kerap terjadi karhutla, termasuk di kawasan Danau Toba. Terutama saat musim kemarau sehingga api bisa langsung cepat dipadamkan dan tidak semakin menyebar.
Daniel menilai Pemerintah kurang memberi perhatian untuk penanganan karhutla yang terus menerus terjadi. Bahkan karhutla di kawasan Danau Toba ini lebih luas dibanding tahun lalu. Area yang terbakar sebagian besar adalah lahan kritis di perbukitan yang sudah mengering, khususnya di Kecamatan Harian dan Sianjur Mula-Mula.
“Ini cukup ironi ya. Karhutla di area Danau Toba yang merupakan kawasan strategis nasional dan destinasi pariwisata superprioritas hanya ditangani ‘seadanya’ saja dan tidak cukup dianggap penting untuk mendapat sarana terbaik,” tukas Daniel.
Baca Juga: Tower Pemantau Gas Rumah Kaca di Jambi Tekan Laju Perubahan Iklim
UGGp Terancam Dicabut
Lokasi karhulta tersebut juga berdekatan dengan Geopark Kaldera Toba yang masuk menjadi anggota UNESCO Global Geopark (UGGp). Menurut Daniel, seharusnya Pemerintah memberi perhatian lebih, mengingat pada tahun 2023 lalu UNESCO telah memberi kartu kuning karena pemerintah Indonesia dinilai kurang aksi untuk terus mempromosikan Kaldera Toba.
Discussion about this post