Petisi dukungan
Perjuangan menyelamatkan hutan adat Papua kian berat, apalagi dengan pemerintahan hari ini yang berambisi membabat hutan di Papua Selatan untuk food estate. Hutan Papua adalah rumah bagi keanekaragaman hayati. Saat banyak orang di dunia sedang membahas bagaimana menyelamatkan keanekaragaman hayati global dari kepunahan, seperti yang berlangsung di COP16 CBD Kolombia saat ini.
Baca Juga: Gunung Lewotobi Laki-Laki Erupsi, 10 Tewas dan Rumah Warga Terbakar
“Kita justru mendapat berita buruk makin terancamnya keanekaragaman hayati dan masyarakat adat di Tanah Papua,” ucap Sekar.
Selain kasasi perkara PT IAL ini, sejumlah masyarakat adat Awyu juga tengah mengajukan kasasi atas gugatan PT Kartika Cipta Pratama dan PT Megakarya Jaya Raya. Keduanya adalah perusahaan sawit yang sudah dan akan berekspansi di Boven Digoel, atas keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Putusan MA atas kasus PT IAL ini bisa jadi akan menentukan nasib hutan hujan seluas 65.415 hektare di konsesi PT KCP dan PT MJR.
Perjuangan Masyarakat Adat Awyu mendapat dukungan dari Koalisi Selamatkan Hutan Adat Papua yang terdiri dari Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), Pusaka Bentala Rakyat Papua, Greenpeace Indonesia, Satya Bumi, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Walhi Papua, PILNet Indonesia, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Perkumpulan HuMa Indonesia.
Baca Juga: Potensi Kriminalisasi Warga di Morowali Tinggi Demi Hilirisasi Mineral
Saat menunggu kasus PT IAL diadili oleh MA, masyarakat adat Awyu juga mendapat petisi dukungan sebanyak 253.823 tanda tangan dari publik yang diserahkan langsung ke MA pada 22 Juli lalu. Saat itu, publik Indonesia di media sosial ramai-ramai membahas perjuangan suku Awyu, yang puncaknya muncul tagar #AllEyesOnPapua. Sayangnya, dukungan publik untuk perjuangan itu tak cukup mengetuk pintu hati para hakim.
“Masyarakat adat Awyu tetap berhak atas hutan adat mereka yang telah ada bersama mereka secara turun-temurun sejak pertama mereka menempati wilayah adat,” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, Emanuel Gobay.
Prinsipnya, kepemilikan izin perusahaan tidak menghilangkan hak masyarakat adat atas tanah, sebab jelas ada pemilik hak adat yang belum melepaskan haknya.
Baca Juga: Ani Mardiastuti, Penelitian Ekosistem Air Terjun di Indonesia Masih Terbatas
“Ini adalah bagian dari agenda penegakan hukum perlindungan hak-hak masyarakat adat yang telah dijamin dalam aturan lokal, nasional, dan internasional. Sekaligus perjuangan melindungi Bumi dari pemanasan global. Masyarakat adat adalah penjaga alam tanpa pamrih dan Papua bukan tanah kosong!” tegas Emanuel Gobay.
Direktur Eksekutif Daerah Walhi Papua, Maikel menambahkan, bahwa Pulau Papua adalah Tanah Adat yang dimiliki dua ratusan marga yang tinggal di atas Tanah Papua. Keputusan MA ini seakan memberikan kuasa palsu pada perusahaan.
“Kami berharap dan meminta publik dapat terus mendukung perjuangan suku Awyu dan masyarakat adat di seluruh Tanah Papua yang berjuang mempertahankan tanah dan hutan adat,” Maikel memungkasi. [WLC02]
Sumber: Walhi
Discussion about this post