Baca juga: Walhi Desak Penghentian Kriminalisasi Adetya Pramandira dan Fathul Munif
Aparat Penegak Hukum dan Dirjen Gakkum LH juga harus bertindak cepat untuk segera melakukan upaya investigasi dan penegakkan hukum terhadap korporasi perusak lingkungan maupun pihak atau kelompok yang selama ini melakukan aktivitas ilegal loging dan penambangan ilegal yang marak dan eksis di wilayah Sumatra.
Tindakan tersebut mendesak dilakukan mengingat akar persoalan banjir bukan hanya tingginya curah hujan. Namun akibat alih fungsi kawasan hutan dan hilangnya fungsi resapan air akibat tata kelola yang buruk. Juga gelaran karpet merah dan impunitas terhadap pengusaha yang ugal-ugalan dalam melakukan aktivitas bisnisnya.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, LBH-YLBHI Regional Barat mendesak kementerian terkait untuk melakukan evaluasi dan moratorium seluruh izin-izin usaha perkebunan, pertambangan dan pengelolaan kawasan hutan yang melanggar ketentuan, deforestasi dan merusak lingkungan.
Aparat penegak hukum juga didesak untuk dapat mengusut tuntas seluruh aktivitas penebangan dan pertambangan ilegal yang merusak kawasan hutan yang mengakibatkan bencana banjir Sumatera.
Baca juga: Mimpi Kawasan Konservasi Jadi Rumah Aman Bagi Gajah Sumatra
Anggota DPR ajak taubat ekologis
Anggota Komisi Lingkungan Hidup (Komisi XII) DPR RI Meitri Citra Wardani menegaskan, tragedi ini menjadi pengingat keras bahwa Indonesia tengah berada dalam situasi krisis ekologis yang menuntut perubahan cara pandang dan tata kelola lingkungan secara menyeluruh.
“Bencana ini harus menjadi momentum bagi seluruh pemangku kepentingan, yakni pemerintah pusat dan daerah, dunia usaha, serta masyarakat untuk melakukan taubat ekologis,” jelas Politisi Fraksi PKS ini, Sabtu, 29 November 2025.
Upaya itu disebut wujud komitmen moral sekaligus langkah awal untuk menghentikan kerusakan lingkungan yang terus berulang dan semakin memperparah dampak bencana hidrometeorologi,”
Meitri menjelaskan, banjir bandang bukan semata-mata bencana alam. Melainkan alarm keras bahwa kerusakan lingkungan, deforestasi, perubahan fungsi lahan, dan tata ruang yang tidak berpihak pada keselamatan rakyat telah mencapai titik yang mengkhawatirkan.
“Taubat ekologis perlu segera kita lakukan dengan mengubah cara berpikir, cara hidup, dan cara kita mengelola alam,” tegas dia.
Baca juga: Bencana di Sumatra, Anggota DPR Desak Presiden Tetapkan Status Bencana Nasional
Meitri menjelaskan, curah hujan ekstrem bukan satu-satunya penyebab bencana. Dia menyebut menurunnya daya dukung lingkungan akibat pembabatan hutan, alih fungsi lahan yang tidak terkendali, serta lemahnya pengawasan terhadap operasi industri dan pertambangan telah memperbesar tingkat risiko kerentanan masyarakat.
“Hujan tidak bisa kita kendalikan. Tapi kerusakan hutan dan sungai adalah akibat dari tangan kita sendiri. Taubat ekologis berarti jujur mengakui kesalahan kolektif dan memperbaikinya dengan tindakan nyata,” lanjut dia.
Meitri mendorong pemerintah untuk segera melakukan evaluasi izin pemanfaatan ruang di wilayah rawan bencana, melaksanakan audit lingkungan secara menyeluruh terhadap kegiatan industri, pertambangan, dan perkebunan, serta memperkuat penegakan hukum yang tegas dan konsisten terhadap pelaku perusakan lingkungan.
Ia juga menekankan pentingnya pemulihan kawasan daerah aliran sungai (DAS) melalui reforestasi dan rehabilitasi lahan, disertai penguatan sistem peringatan dini dan peningkatan kesiapsiagaan masyarakat.
Ia juga mengajak seluruh masyarakat menjadikan taubat ekologis sebagai gerakan moral bersama. Baginya, perubahan perilaku sehari-hari seperti menjaga kebersihan sungai, mengurangi sampah, dan menghentikan kebiasaan merusak alam adalah bagian dari tanggung jawab kolektif.
“Kita harus kembali pada prinsip keseimbangan. Setiap sampah yang dibuang sembarangan, setiap hutan yang ditebang tanpa reboisasi, dan setiap sungai yang dicemari adalah bom waktu. Taubat ekologis mengajak kita memperbaiki perilaku sehari-hari, mencintai alam sebagai amanah, bukan komoditas semata,” terang dia.
Baca juga: Investigasi Walhi Sumut, Banjir Bandang di Tapanuli Akibat Deforestasi Perusahaan Tambang
Bencana yang terjadi di beberapa wilayah di Sumatera harus menjadi titik balik untuk mengubah arah pembangunan ekonomi yang lebih memihak pada kelestarian alam yang berkelanjutan.
“Alam sudah sering mengingatkan kita. Sepatutnya kita harus berubah. Perubahan itu bisa dimulai dengan pertaubatan kita dan mengawal secara serius pembangunan ekonomi yang harmonis dan selaras dengan pelestarian lingkungan alam,” pungkas Anggota DPR Dapil Jawa Timur VIII ini.
Apa kata pemerintah?
Presiden Prabowo Subianto menyinggung pentingnya kesiapsiagaan bangsa menghadapi tantangan global, termasuk perubahan iklim dan kerusakan lingkungan yang berpotensi memicu bencana. Ia mendorong peningkatan edukasi mengenai lingkungan di sekolah-sekolah seluruh Indonesia.
“Ini juga saya kira mungkin para guru-guru di seluruh Indonesia yang sudah bisa mulai. Saya yakin sudah mulai, tapi mungkin perlu kita tambah dalam silabus, dalam mata pelajaran, juga kesadaran akan sangat pentingnya kita menjaga lingkungan alam kita, menjaga hutan-hutan kita,” ujar Prabowo dalam acara Puncak Peringatan Hari Guru Nasional Tahun 2025 di Indonesia Arena, Jakarta, Jumat, 28 November 2025.
Ia menekankan upaya menjaga kelestarian lingkungan harus dimulai dari rumah dan menjadi gerakan bersama seluruh masyarakat. Ia menyerukan langkah konkret, seperti mencegah pembabatan hutan dan memastikan sungai tetap bersih agar mampu menahan potensi bencana.
Baca juga: Update Banjir Bandang dan Longsor di Sumatra Utara, Korban Tewas Capai Puluhan Orang
“Benar-benar mencegah pembabatan pohon-pohon, perusakan hutan-hutan. Benar-benar juga sungai-sungai harus kita jaga agar bersih sehingga dapat menyalurkan air yang bisa tiba-tiba datang. Saudara-saudara, ini nanti usaha bersama kita, tiap rumah ikut berperan,” kata dia yang mempunyai kebijakan memperluas perkebunan sawit dengan dalih pohon sawit sama seperti pohon-pohon di hutan.
Sementara Menteri Kehutanan (Menhut), Raja Juli Antoni mengklaim telah menyampaikan kepada jajaran pimpinan di Kementerian Kehutanan menjadikan momentum evaluasi, instropeksi terhadap pengelolaan hutan dan lingkungan hidup.
“Semua mata melihat, semua telinga mendengar, semua kita merasakan apa yang terjadi di daerah tiga provinsi itu. Satu sisi, kami mengatakan duka mendalam. Tapi ini juga momentum yang baik untuk kami melakukan evaluasi kebijakan. Sebab tampaknya pendulumnya terlalu ke ekonomi, harus ditarik ke tengah lagi,” tutur Raja Juli di Sebanga, Riau, Sabtu, 29 November 2025.
Prioritas utama pemerintah saat ini, lanjut dia adalah evakuasi korban, pembukaan akses, pemulihan awal wilayah terdampak hingga pemulihan psikologis para penyintas, terutama anak-anak.
“Setelah masa tanggap darurat ini selesai, tentu saya sangat terbuka untuk evaluasi, kritik, investigasi apapun. Tapi sekali lagi, kami coba fokus dulu menyelesaikan apa yang dialami rakyat ini secara bersama-sama,” janji dia. [WLC02]
Sumber: Celios, YLBHI, DPR, BPMI Setpres, Kemenhut






Discussion about this post