Tamu lain adalah pejabat negara, Menteri Komunikasi dan Telekomunikasi yang masih dijabat Rudiantara. Menurut Koko, sosok ini sudah bolak balik ke kampungnya. Meski demikian, warga tak perlu menyiapkan ubarampe penyambutan yang formalistis.
“Pak Rudiantara sudah terbiasa ke mari. Biasanya cuma pesan dimasakin sayur brongkos,” kenang Koko. Dia menunjukkan salah satu foto yang menggambarkan Rudiantara duduk santai di halaman rumah warga yang relatif luas.
Baca Juga: Tutup Tahun 2021, UII Gelar Aksi Tanam Ribuan Pohon di Kampus dan Tanah Air
Nama ketiga pesohor disematkan menjadi nama jalan di kampung itu. “Zuckerberg St”, “Alexander St”, juga “Rudiantara St”. Hanya saja ketika saya ke sana, papan-papan nama jalan itu tak dipasang. Menurut Koko, sedang dalam perbaikan dengan material yang lebi kuat.
“Sudah ada platnya, tinggal dipasang. Soalnya rusak karena sering jadi tempat foto,” kata Koko.
Berwisata cukup Rp10 ribu
Kampoeng Cyber juga menerima kunjungan wisatawan yang memang khusus blusukkan ke sana. Lantaran ada juga rombongan wisatawan yang datang sepaket dengan perjalanannya ke Taman Sari. Bekerja sama dengan biro wisata yang mendampingi, warga Kampoeng Cyber menyiapkan sejumlah agenda. Seperti makan siang bareng dengan masakan ala kampung. Ada juga kunjungan ke pengrajin batik untuk mengikuti kelas membatik. Wisatawan juga bisa membeli produk-produk kerajinan rumahan yang dibuat warga untuk oleh-oleh. Mereka juga bisa menikmati internet gratis dari jaringan yang dipasang di jalan-jalan kampung.
“Satu orang dalam rombongan cukup bayar Rp10 ribu,” kata Koko.

Untuk menonjolkan kekhasan Kampung Cyber, warga juga mempercantik kampungnya dengan membuat mural pada dinding pagar maupun dinding rumah. Ada mural yang menggambarkan kakek nenek yang tengah berselancar internet dengan membuka laman “Mbah Google” dan Facebook. Ada yang menggambarkan keguyuban warga berbagai usia yang kumpul bareng untuk menikmati akses internet. Gambaran ini sekaligus mengikis kekhawatiran warga di kampung itu, bahwa internet membuat interaksi antar warga saling menjauh.
“Justru kami punya kebiasaan ngobrol secara offline. Dari obrolan yang enggak jelas itu malah muncul ide-ide yang jelas,” kata Koko sambil tertawa.
Obrolan warga biasanya dilakukan di gardu ronda. Atau di halaman rumah warga. Cukup dengan teh hangat dan gorengan, ide-ide acapkali mengalir dari berbagai kepala dengan beragam usia.
Bagi yang baru pertama kali ke Kampoeng Cyber, blusukkan ke sana mesti memahami peta di sana. Atau setidaknya bertanya kepada warganya yang ramah-ramah. Mengingat Kampung Taman termasuk perkampungan padat penduduk. Jalanan kampung hanya cukup memuat 2-3 kendaraan bermotor roda dua. Ada beberapa gang yang hanya bisa dilewati satu motor. Selebihnya, gang-gang kecil yang bikin bingung. Saya termasuk yang sempat kesasar ketika mencari jalan keluar dari kampung itu. [WLC02]
Discussion about this post