Wanaloka.com – Nama Kampoeng Cyber yang berada di RT 36 RW 09, Kampung Taman, Kelurahan Patehan, Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta sudah tak asing didengar. Disebut kampoeng cyber, karena warga yang terdiri dari 55 kepala keluarga di RT itu sudah melek internet.
Sekitar 40 rumah yang berdiri di sana sudah terkoneksi dengan jaringan maya itu sejak 2015. Tak heran, ketika banyak orang harus beralih kerja di rumah, begitu pun anak-anak sekolah di rumah secara daring karena pandemi Covid-19, warga Kampoeng Cyber tak lagi terlalu kaget.
“Kalau yang di luar masih kaget dengan kebiasaan baru ini karena harus beli data, kami sudah siap,” kata inisiator Kampung Cyber, Antonius Sasongko, 42 tahun, saat saya temui di rumahnya, 29 Desember 2021.
Kesiapan itu tak hanya terkait jaringan yang sudah mencapai bandwidth 100 Mbps untuk melayani satu kampung. Melainkan juga kesiapan warga menyediakan perangkatnya, baik komputer PC, laptop, atau minimal telepon pintar. Secara bertahap, sejak dinisiasi pada 2008 dengan bandwidth 3 Mbpd, kemudian dilanjutkan dengan melakukan edukasi melek internet terhadap warga, kini berbuah manis. Tak hanya untuk berselancar, warga juga memanfaatkan internet untuk mempromosikan usaha rumahan mereka. Mulai dari kerajinan batik, sablon, alat pancing, kumis palsu, dan banyak lagi.
Baca Juga: Catatan Bencana Alam Tahun 2021
“Paling speed-nya ditambah. Karena penggunaan selama pandemi kan makin tinggi,” imbuh Koko, panggilan akrabnya. Untuk perawatan dan biaya jaringan, warga berdikari. Mereka iuran Rp60 ribu per rumah saban bulan.
Pesohor datang berkunjung
Kampoeng Cyber pertama di Yogyakarta itu menarik sejumlah pesohor untuk blusukkan ke sana. Sebut saja pendiri media sosial Facebook, Mark Zuckerberg yang datang ke sana pada Oktober 2014. Ketika itu Mark Zuckerberg memang berkunjung ke sejumlah tempat wisata di Indonesia. Salah satunya, Candi Borobudur di Magelang. Namun rencana Mark Zuckerberg mampir ke Kampoeng Cyber, tak ada warga yang tahu.
“Dia ke sini sekitar pukul 3 sore,” kata Koko.
Lantaran kampung yang bersisihan dengan wisata pemandian keluarga raja “Taman Sari” itu memang terbiasa didatangi rombongan wisatawan, termasuk bule, warga menganggap hal biasa. Tak terbersit salah satu orang dalam rombongan itu adalah pendiri media sosial yang banyak digunakan warga.
“Bahkan ada warga yang sempat ngobrol dengan Mark pun tak tahu,” kata Koko sambil tertawa.
Pesohor lainnya adalah tamu negara, Raja dan Ratu Belanda Willem Alexander dan Maxima pada Maret 2020. Ketika itu, Indonesia belum dinyatakan tertutup untuk tamu asing akibat pandemi. Untuk yang satu ini, persiapan dilakukan jauh hari. Setidaknya sebulan sebelum kedatangan Willem dan rombongan, pihak Kedutaan Besar Belanda wara wiri ke sana terkait protokoler. Salah satunya mempersiapkan di titik mana saja di kampung itu rombongan akan berhenti. Termasuk soal pengamanan.
“Kami latihan sebulan itu,” ungkap Koko.
Discussion about this post