“Namun masih ada kemungkinan kedua segmen tersebut menghasilkan sebuah gempa yang kekuatannya lebih tinggi, misalnya di atas Magnitudo 6.5. Namun tentu tidak kita harapkan terjadi,” kata Irwan.
Hanya saja, jika terjadi gempa Magnitudo 6.5, maka panjang segmennya bisa lebih dari 15 kilometer. Pertanyaan selanjutnya, apakah benar sumber gempa terjadi di ujung segmen Sesar Cileunyi-Tanjungsari?
Tim ITB pun masih akan meneliti lebih lanjut dari data spasial serta melakukan pengamatan melalui seismograf mengenai pemicu dari gempa Sumedang. Selain itu, tim juga akan meneliti soal kemungkinan gempa susulan serta potensi kebencanaan lainnya.
Baca Juga: Usai Status Awas, Gunung Lewotobi Laki-laki Erupsi Setinggi 2 Km
“Jadi untuk menjawab apakah memang ada segmen dari Sesar Cileunyi-Tanjungsari sebagai pemicu gempa Sumedang, ataukah ada sumber gempa yang berbeda, kami masih memerlukan penelitian yang lebih mendalam,” tutur Irwan.
Sempat pula muncul dugaan ada hubungan antara Sesar Cileunyi-Tanjungsari dengan aktivitas Sesar Lembang terkait gempa Sumedang. Sebab guncangan gempa tersebut dirasakan hingga Bandung, Lembang dan sekitarnya. Irwan pun memastikan sejauh ini Sesar Cileunyi-Tanjungsari tidak berkaitan dengan aktivitas sesar lainnya, termasuk Sesar Lembang.
“Jadi secara umum dua sesar tersebut memiliki karakter sendiri. Yang satu sesar mendatar, satu lagi terbilang sesar naik. Jadi dua sesar itu mempunyai parameter gempa serta periodesasi gempa yang berbeda. Secara teoritis keduanya tidak saling berkaitan,” papar Irwan.
Baca Juga: Status Gunung Marapi Naik Level Siaga, Waspadai Gas Beracun
Aktivitas Gempa Bumi Meningkat
Aktivitas gempa bumi di Indonesia terus meningkat dalam beberapa tahun terkahir. Data BMKG mencatat ada pola peningkatan aktivitas gempa bumi sejak tahun 2013 dengan rata-rata 10.000 kali dalam setahun. Guru Besar Geologi UGM, Prof. Wahyu Wilopo menyampaikan kondisi tersebut karena posisi Indonesia berada di kawasan Ring of Fire atau cincin api Pasifik dan pertemuan tiga lempeng tektonik dunia.
“Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan derah rawan gempa bumi,” jelas dia dalam Kelas Sekolah Wartawan di UGM, Jumat, 12 Januari 2024.
Mengingat potensi bencana gempa bumi di Tanah Air besar, Wahyu mengingatkan penguatan mitigasi penting guna meminimalkan dampak bencana. Mitigasi awal harus dilakukan dengan penyusunan tata ruang berbasis informasi multi bahaya, khususnya gempa bumi.
Baca Juga: Walhi Jatim Serukan Perusak Pohon untuk Peraga Kampanye Ditindak Tegas
Ada empat prinsip pendekatan perencanaan di daerah rawan gempa bumi. Pertama, mengumpulkan informasi bahaya patahan aktif yang akurat. Kedua, rencanakan untuk menghindari bahaya zona patahan sebelum pengembangan dan pembagian ruang. Ketiga, mengambil pendekatan berbasis risiko di wilayah yang sudah dikembangkan atau ditempati. Keempat, komunikasikan risiko di kawasan terbangun pada zona patahan.
“Untuk daerah yang telah dihuni perlu ada penguatan gedung, peningkatan ketangguhan, dan kesiapsiagaan masyarakat,” terang Wahyu.
Baik Wahyu maupun Irwan sepakat, yang terpenting kini adalah bagaimana membuat masyarakat lebih peduli adanya potensi bencana ke depannya, melalui mitigasi bencana. Tentunya mitigasi bencana ini perlu adanya kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga penelitian, komunitas lokal, dan lain sebagainya. Guna meminimalisir risiko serta melindungi masyarakat dari dampak buruk bencana alam. Juga untuk mewujudkan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana. [WLC02]
Discussion about this post