Wanaloka.com – Pasca gempabumi merusak M4,8 di Sumedang, Jawa Barat pada 31 Desember 2023 malam, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) langsung mengambil langkah terukur. Tim BMKG diterjunkan untuk melakukan survei dan kajian mendalam di lokasi yang telah ditentukan untuk pengambilan data.
Plt. Deputi Bidang Geofisika Hanif Andi Nugraha mengisahkan fokus utama lokasi berada di Kecamatan Cimalaka, Sumedang Utara dan Selatan. Lokasi ini dipilih karena mengalami dampak signifikan terjadinya aktivitas gempabumi beberapa waktu lalu. Adapun tim yang turun meliputi Pusat Seismologi Teknik, Stasiun Geofisika Bandung, Stasiun Geofisika Tangerang, dan Balai Besar MKG Wilayah II.
Tim BMKG memulai survei dengan mendeteksi dan memahami perkembangan aktivitas gempa susulan yang terjadi. Seismisitas menjadi pusat perhatian utama karena memungkinkan identifikasi jalur sesar dan mekanisme sumber gempa. Melalui survei makroseismik, BMKG memetakan sebaran kondisi dampak kerusakan dan memverifikasi tingkat guncangan tanah di pelbagai lokasi terdampak.
Baca Juga: Banjir Perkotaan, Dosen ITB Sarankan Lembaga Khusus Tangani Banjir
Dalam rangka mendukung perencanaan wilayah yang lebih aman, BMKG melakukan survei mikrozonasi. Pemetaan sebaran dan intensitas tingkat guncangan tanah setempat menjadi landasan bagi penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah dan aturan bangunan tahan gempa.
Identifikasi perubahan permukaan tanah akibat gempa bumi menjadi fokus selanjutnya dengan survei deformasi permukaan menjadi landasan penting. Langkah ini membantu dalam mengidentifikasi potensi risiko gempabumi di masa depan, memberikan pemahaman yang lebih luas terkait jalur sesar.
Selain itu, teknologi Drone Lidar menjadi salah satu upaya BMKG dalam memetakan sebaran tingkat kerusakan dan kondisi morfotektonik. Dalam rancangan area terbangnya, drone Lidar melayang di atas area seluas 3.250 hektare selama lima hari untuk mengumpulkan data fotogrametri dan Digital Elevation Model (DEM).
Baca Juga: BMKG Ingatkan Cuaca Ekstrem Mengancam hingga Februari 2024
Langkah terakhir melibatkan evaluasi morfotektonik dari hasil survei makroseismik, seismisitas, dan deformasi permukaan digabungkan. Proses ini memantapkan identifikasi dan validasi jalur sesar, memberikan pemahaman yang lebih holistik mengenai kejadian gempa bumi tersebut.
Melalui langkah-langkah ini, BMKG tidak hanya memberikan pemahaman yang mendalam tentang dampak gempa bumi. Namun juga memberikan dasar kuat untuk upaya mitigasi bencana masa depan. Kesigapan dan komitmen BMKG memberikan harapan bagi keberlanjutan dan keselamatan masyarakat Sumedang.
Tak Ada Kaitan Sesar Lembang
Penerjunan tim ke lapangan pasca gempa Sumedang juga dilakukan Tim Pusat Penelitian Mitigasi Bencana Institut Teknologi Bandung (ITB). Tim berpatokan pada referensi awal Badan Geologi yang menyebut gempa Sumedang diduga berasal dari Sesar Cileunyi-Tanjungsari. Berdasarkan keterangan resmi dari laman Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Badan Geologi (PVMBG), Sesar Cileunyi-Tanjungsari merupakan sesar aktif yang telah diidentifikasi sejak 2008.
Baca Juga: Riset BRIN, Amblesan Tanah Jadi Bahaya Tersembunyi karena Sulit Terdeteksi
“Tapi (Sesar Cileunyi-Tanjungsari) masih perlu diteliti lebih dalam lagi,” kata pakar gempa ITB, Prof. Irwan Meilano pada 11 Januari 2024. Sementara hasil penelitian BMKG menyebutkan, bahwa pemicu gempa Sumedang adalah sesar baru yang aktif, kemudian diberi nama sesar Sumedang.
Sesar Cileunyi-Tanjungsari adalah sesar mendatar mengiri yang sebarannya dimulai dari selatan Desa Tanjungsari, kemudian diteruskan ke arah lembah Sungai Cipeles, sebelah barat Kota Sumedang. Sesar tersebut terbagi menjadi dua segmen, yakni segmen utara dan selatan.
Irwan menjelaskan, segmen utara Sesar Cileunyi-Tanjungsari berpotensi untuk menghasilkan gempa dengan kekuatan Magnitudo 6.0. Segmen selatan berpeluang terjadi gempa dengan kekuatan Magnitudo 6.1.
Baca Juga: Ismawan, Waspada Gempa Meski Tinggal di Zona Sesar Belum Dipetakan
Discussion about this post