Harus Dikawal
Sebelumnya, Pemerintah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon dan Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 12/SEOJK.04/2023 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon. Di dalamnya memuat kebijakan jual beli emisi karbon atau bursa karbon untuk mendorong perusahaan atau sektor industri meningkatkan upaya pengurangan produksi emisi karbon. Setidaknya ada empat sektor penyumbang emisi karbon tertinggi yang menjadi prioritas, yakni sektor energi, agroindustri, industri, dan limbah.
Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Poppy Ismalina melalui Podcast Lestari berjudul “Bursa Karbon: Solusi atau Ilusi?” pada 20 Oktober 2023 menjelaskan alasan kemunculan kebijakan bursa karbon.
“Kita berhadapan dengan sesuatu yang tidak nampak. Mungkin dampaknya akan terasa, tapi pemicunya, yaitu emisi karbon ini kan tidak nampak. Dalam sektor industri, kan ada ketentuannya, ketika perusahaan dibangun dampak lingkungan seperti apa yang disebabkan dengan keberadaan perusahaan itu. Maka kemudian munculah ide, bagaimana kalau kita memberikan nilai ekonomi pada emisi karbon,” papar Poppy.
Baca Juga: Wisata Healing dari Minum Jamu hingga Berenang Bersama Hiu
Prinsipnya, pemerintah merancang sistem pengukuran dan ambang batas produksi emisi karbon dalam satu kegiatan usaha. Bagi perusahaan atau badan usaha yang terbukti menghasilkan emisi karbon di atas ambang batas akan dikenai sanksi. Sedangkan bagi yang berhasil menghasilkan emisi karbon di bawah ambang batas, terdapat kredit karbon dalam usaha tersebut.
Kredit karbon merupakan selisih antara ambang batas dengan emisi karbon yang dihasilkan. Kredit karbon kemudian diverifikasi dan diuji, hingga berhak mendapatkan sertifikat yang menjelaskan bahwa usaha tersebut menghasilkan emisi karbon lebih sedikit. Bagi perusahaan yang memproduksi emisi karbon di atas ambang batas harus membeli atau memberikan insentif kepada usaha yang tersertifikasi tadi.
Apakah perusahaan tersebut tetap bisa memproduksi emisi karbon berlebih hanya dengan memberi insentif ke usaha lain?
Baca Juga: Singkil Banjir Lagi, BMKG Ingatkan Cuaca Ekstrem Saat Pancaroba
“Bukan begitu. Ada batasan tertentu sampai mana perusahaan ini bisa terus membeli. Karena tujuannya agar perusahaan yang memproduksi emisi berlebih bisa mencontoh dan mempraktikkan dari usaha yang rendah produksi emisinya,” ucap Poppy.
Upaya kebijakan jual beli emisi karbon dinilai tidak hanya mendorong industri untuk memberlakukan pengurangan emisi karbon. Melainkan juga membuka peluang yang luas untuk investasi.
Poppy pun mengakui, aplikasi kebijakan bursa karbon tersebut menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Bursa karbon diaplikasikan tidak hanya di Indonesia, melainkan juga di beberapa negara. Dan pelaku usaha boleh memperjualbelikan kredit karbon tersebut lintas negara. Aturan tersebut memungkinkan sebuah perusahaan memilih negara dengan ambang batas emisi karbon paling tinggi untuk menghindari regulasi.
Baca Juga: Pengendalian Kebakaran Lahan di Kaki Gunung Rinjani dengan Sekat Api
“Jadi kebijakan baru ini perlu dikawal dengan menutup celah-celah potensi pelanggaran dan memastikan efektivitasnya,” kata Poppy.
Kementerian Lingkungan Hidup sudah merancang Measurement, Reporting, and Verification (MRV). Sistem untuk melapor dan memverifikasi yang merupakan upaya pengawalan bisnis karbon. Baik buruknya aturan dijalankan, dapat dilihat dari MRV.
“Kita bisa melihat apakah ada kecurangan atau pelanggaran. Pihak yang mengeluarkan memang negara, tapi yang melakukan verifikasi adalah ahli yang memiliki sertifikasi. Ini adalah salah satu cara untuk mengawal peraturan ini. Tapi tentunya dibutuhkan komitmen bersama yang kuat,” tambah Poppy. [WLC02]
Discussion about this post