Wanaloka.com – Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Drasospolino menyampaikan, bahwa usaha mendukung pengendalian perubahan iklim dapat dilakukan melalui Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Salah satunya melalui perdagangan karbon.
“Secara umum bentuk perdagangan karbon di Sektor Kehutanan terdapat dua mekanisme, yaitu Perdagangan Emisi dan Offset Emisi Gas Rumah Kaca (GRK),” kata Drasospolino dalam sosialisasi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 7 Tahun 2023 tentang Tata Cara Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan di Kota Sorong, Papua Barat Daya untuk regional Papua dan Maluku pada 2 November 2023
Pengelolaan hutan lestari menjadi tulang punggung dalam pengendalian perubahan iklim sektor kehutanan sebagaimana Dokumen Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, yang memiliki dua tujuan. Pertama, mengurangi terjadinya emisi gas rumah kaca, khususnya di kawasan hutan lahan gambut dengan mengatur tata air (water management), mencegah terjadinya kebakaran lahan dan hutan, serta mengurangi degradasi dan deforestasi.
Baca Juga: Indonesia dan Cina Bangun Laboratorium Teknologi Bahan Energi Baru dan Metalurgi
Kedua, meningkatkan penyerapan dan penyimpanan karbon, melalui praktik-praktik pengelolaan hutan lestari yang mampu meningkatkan serapan dan simpanan karbon, seperti penanaman atau pengkayaan, multiusaha kehutanan, silvikultur intensif (silin) dan Reduce Impact Logging-Carbon (RIL-C). Bentuk-bentuk aksi mitigasi dalam menurunkan emisi GRK melalui penyerapan dan penyimpanan karbon sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 7 Tahun 2023 dilakukan melalui 22 aksi mitigasi.
KLHK telah memenuhi seluruh kebijakan perdagangan karbon dengan menetapkan Peta Jalan Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri LHK Nomor: SK.1027/MENLHK/PHL/KUM.1/9/2023 tanggal 22 September 2023. Peta Jalan tersebut berisikan kriteria umum terkait disagregasi baseline emisi serta target pengurangan emisi dan kriteria khusus terkait rencana implementasi, sasaran serta strategi pencapaian target.
Drasospolino menyampaikan lebih lanjut bahwa regional Wilayah Papua meliputi Provinsi Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan dan Papua Barat Daya serta Regional Maluku yang meliputi Maluku dan Maluku Utara, memiliki potensi yang besar dalam mendukung penurunan emisi GRK dari Sektor Kehutanan.
Baca Juga: Mengintip Dua Planet Gas Raksasa Jupiter dan Saturnus dari Langit Kupang
Terutama melalui aksi mitigasi bidang Pengelolaan Hutan Lestari. Saat ini jumlah Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) yang berada di Regional Papua dan Regional Maluku sebanyak 85 Unit, terdiri atas regional Papua 49 Unit dan Regional Maluku 36 Unit. Dari 85 Unit PBPH-HA dan HT di wilayah Regional Papua dan Maluku yang telah memiliki Sertifikat PHL Baik sebanyak 22 Unit dan Sertifikat PHL Sedang sebanyak 23 Unit.
Dalam implementasi pengelolaan hutan lestari yang dilakukan oleh PBPH akan memberikan dampak yang nyata dalam aksi penurunan emisi GRK. Juga ditambah luasan kawasan hidrologis gambut di Regional Papua yang mencapai 13.190.334 ha. Perlindungan dan pemulihan di lahan gambut yang dilakukan melalui perlindungan terhadap kebakaran lahan dan hutan serta pengaturan tata air gambut menjadi faktor utama dalam menekan terjadinya emisi GRK akibat lahan gambut yang rusak.
Drasospolino berharap perdagangan karbon sektor kehutanan dapt memberi semangat baru bagi PBPH untuk mengimplementasikan pengelolaan hutan lestari berbasis multi usaha kehutanan, sehingga akan memberi dampak peningkatan penyerapan atau penyimpanan karbon, kualitas hutan produksi dan hutan lindung untuk mencapai Target Indonesia’s FOLU Net Sink 2030. Serta menghasilkan Nilai Ekonomi Karbon bagi PBPH dan Masyarakat sekitar hutan dengan didukung Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Intelektualitas dari Para Akademisi, Integritas dari Pelaku Usaha dan Dorongan Masyarakat.
Baca Juga: Ada Rumah Tangga yang Tidak Perlu Izin Sedot Air Tanah
Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertanahan Papua Barat Daya, Julian Kelly Kambu menyatakan dukungan atas komitmen pemerintah pusat kepada dunia internasional dalam penurunan emisi GRK untuk mengendalikan perubahan iklim. Permen LHK tersebut dinilai berkontribusi dalam pencapaian Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC).
“Kami juga mendukung penuh komitmen terhadap Deklarasi Manokwari 2018,” kata Julian.
Deklarasi tersebut memuat 14 butir kesepakatan, antara lain komitmen penataan ruang yang mengakomodir minimal 70 persen luas tutupan hutan, pengurangan emisi dan pengembangan ekonomi hijau serta inisiatif pembangunan berkelanjutan lainnya. Termasuk pembentukan kawasan pengelolaan terpadu bentang alam Crown Jewel of Tanah Papua atau Kawasan Mahkota Permata Tanah Papua.
Baca Juga: Melestarikan Badak Sumatera Lewat Program Bayi Tabung
Discussion about this post