Minggu, 26 Oktober 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Koalisi Masyarakat Sipil Mendesak UU Kehutanan Lama Dicabut, Diganti UU Kehutanan Baru yang Adil

Negara cukup mengelola saja, tidak menguasai tanah. Yang terjadi sekarang, negara mengurusi kawasan hutan, tapi tidak mengurus hutannya. Sudah saatnya, Indonesia tidak lagi menempatkan hutan sebagai aset negara yang bebas dieksploitasi.

Selasa, 15 Juli 2025
A A
Ilustrasi hutan. Foto Nowaja/pixabay.com.

Ilustrasi hutan. Foto Nowaja/pixabay.com.

Share on FacebookShare on Twitter

Baca juga: Haenyeo, Perempuan Penyelam dengan Denyut Jantung Lebih Lambat dan Tekanan Darah Lebih Rendah

Akademisi kehutanan, Eko Cahyono menjelaskan tujuan akhir pengelolaan kekayaan alam di nusantara, termasuk hutan, sejak awal republik berdiri adalah memastikan kemanusiaan yang adil dan beradab untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sayangnya praktik yang terjadi dalam kebijakan kehutanan dan agraria sejak era kolonial tidak berubah sampai saat ini. Kondisi ini menjadi sumber konflik struktural, marginalisasi, mengesampingkan masyarakat adat dan menimbulkan berbagai kerusakan ekosistem jangka panjang.

“Koreksi fundamental atas regulasi dan kebijakan kehutanan niscaya dilakukan untuk mengembalikan mandat konstitusional dan meluruskan salah asuh negara atas hutan Indonesia,” kata dia.

Baca juga: Seruan Koalisi Warga Flores-Lembata: Hentikan Proyek Panas Bumi di NTT yang Melukai Kami

UUK lama tidak akomodasi perubahan iklim dan perempuan

Peneliti Yayasan MADANI Berkelanjutan, Sadam Afian Richwanudin menilai, UUK yang terbit 1999 belum mengakomodir masalah perubahan iklim. Mengingat baru pada 2016 Indonesia membangun komitmen terhadap iklim, setelah meratifikasi Paris Agreement.

“Kami merasa undang-undang yang baru ini perlu disesuaikan. Terlebih kita menghadapi persoalan iklim yang sangat pelik, krisis iklim yang kita rasakan saat ini,” kata Sadam.

Dengan ambisi penurunan emisi, Indonesia membutuhkan norma yang lebih tegas untuk melarang segala jenis industri ekstraktif yang membuka hutan alam yang tersisa. Sebab, pemerintah biasanya akan mengistimewakan proyek strategis nasional (PSN) untuk bisa membuka hutan.

Baca juga: Desain Kapal Pembersih Sampah di Sungai Perkotaan

“Kenapa tidak dibalik? Sektor perhutanan bisa membuat aturan bahwa hutan alam tidak boleh dibuka untuk apa pun,” tegas dia.

Sita Aripurnami dari Women Research Institute (WRI) mengutip data AMAN bahwa dari kriminalisasi terhadap 925 anggota masyarakat adat yang mempertahankan hutan sebagai ruang hidupnya, telah berdampak besar bagi perempuan yang dipaksa menjadi kepala keluarga. UU Kehutanan yang sekarang tidak memberi jaminan sosial bagi masyarakat adat, apalagi yang terdampak konflik kepemilikan lahan.

“Jadi kami setuju UU Kehutanan yang lama harus dicabut,” tegas dia.

Dan UU yang baru wajib menyertakan klausul kesetaraan gender, partisipasi bermakna perempuan dan perlindungan kelompok rentan serta kewajiban pengumpulan data terpilah, penyediaan mekanisme afirmatif dan pelibatan perempuan dalam semua tahap kebijakan kehutanan.

Baca juga: Banjir Musim Kemarau, Greenpeace Serukan Penghentian Ekspansi Energi Fosil

Juru Kampanye Kaoem Telapak, Patria Rizky mengatakan pembaruan UU Kehutanan harus membuka ruang partisipasi publik yang membuat masyarakat dapat ikut melakukan pengawasan untuk mendukung tata kelola hutan yang lebih baik.

Koalisi mengutip Pasal 3 UU 41 Tahun 1999 yang menyebutkan, bahwa penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan. Namun hasil evaluasi koalisi melalui aspek filosofis, sosiologis dan yuridis telah menunjukkan tujuan tersebut gagal tercapai.

Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, koalisi memberi rekomendasi yakni menghentikan proses perubahan keempat UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan menggantinya dengan membentuk UU Kehutanan baru. Serta, proses pembentukan UU Kehutanan baru wajib dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah diatur di dalam Putusan MK Nomor 91/PUU/XVIII/2020 tentang partisipasi yang bermakna. [WLC02]

Terkait

Page 2 of 2
Prev12
Tags: ekosistem hutanmasyarakat adatRUU KehutananUU 41 Tahun 1999

Editor

Next Post
Suasana aparat keamanan saat ratusan warung dibongkar paksa di Pantai Aan, Mandalika, 15 Juli 2025. Foto Istimewa.

Berdalih KEK Mandalika, Ratusan Warung Pedagang Tanjung Aan Dibongkar Paksa

Discussion about this post

TERKINI

  • Kebakaran lahan gambut di palangkaraya, Kalimantan Tengah. Foto Aulia Erlangga/CIFOR.Mitigasi Kebakaran Lahan Gambut Lewat Pendekatan Ekohidrologi
    In IPTEK
    Minggu, 26 Oktober 2025
  • TPST Kranon di Kota Yogyakarta. Foto Dok. Portal Pemkot Yogyakarta.Walhi Yogyakarta Desak DIY Tolak Proyek PSEL yang Meningkatkan Degradasi Lingkungan di Piyungan
    In Lingkungan
    Minggu, 26 Oktober 2025
  • Air conditioner yang dipasang di rumah-rumah. Foto terimakasih0/pixabay.com.Cuaca Panas Tiap Tahun Makin Ekstrem, Penggunaan AC Justru Meningkatkan Udara Panas
    In IPTEK
    Sabtu, 25 Oktober 2025
  • Biodiesel 40 persen (E40). Foto Kementerian ESDM.Solar Dicampur Biodiesel 40 Persen Tahun 2026, Bensin Dicampur Etanol 10 Persen Tahun 2027
    In News
    Sabtu, 25 Oktober 2025
  • Potret pencemaran plastik di salah satu sungai di Indonesia. Foto dok. Tim Ekspedisi Sungai Nusantara.Penting Tanggung Jawab Industri dan Pemerintah atas Kandungan Mikroplastik dalam Air Hujan
    In News
    Jumat, 24 Oktober 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media