Wanaloka.com – Anggota Komisi VI DPR RI Subardi mempertanyakan pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) oleh pemerintah kepada sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) bidang keagamaan. Pemberian izin khusus bagi ormas yang dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara dinilai tidak memiliki urgensi dan bersifat diskriminatif.
Sesuai Pasal 83A Ayat 6 PP 25 Tahun 2024, jangka waktu pemberian WIUPK berlaku selama 5 tahun. Aturan ini hanya memberikan izin tambang untuk enam ormas keagamaan. Jumlah ini mewakili semua agama resmi di Indonesia.
Persoalannya, banyak ormas lain di luar bidang keagamaan yang keberadaannya bukan lembaga ekonomi. Eksistensi ormas sesuai UU Nomor 17 tahun 2013 adalah organisasi nirlaba yang mandiri dan bersifat sosial.
Baca Juga: Ali Awaludin, Tanpa Tindak Lanjut Darurat Sampah di Yogyakarta Jadi Masalah Menahun
“Apa urgensinya? Ormas diatur dalam UU Ormas dan itu bukan lembaga bisnis. Ormas apapun itu tidak berbisnis. Ketika Pak Menteri memberikan prioritas kepada ormas keagamaan, berarti ada diskriminasi,” kata Subardi dalam Raker Komisi VI bersama Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia di Ruang Rapat Komisi VI, Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa, 11 Juni 2024.
Menurut legislator NasDem itu, kontribusi ormas keagamaan untuk bangsa sangatlah besar. Tetapi pemberian izin tambang bukan soal kontribusi ormas kepada bangsa, melainkan tuntutan profesionalisme dalam pengelolaan tambang. Ia pun mempertanyakan pengalaman ormas di sektor tambang.
“Konsesi tambang bukan sebatas izin di lembaran kertas. Ada proses yang panjang. Ada tuntutan profesional, tuntutan modal, lingkungan, dan sebagainya. Kalau ormas, selama ini kan tidak pernah ngurusi tambang,” imbuh Subardi.
Baca Juga: Ada 700 Ribu M3 Material Vulkanik Pascaerupsi Marapi, BNPB Siapkan Pemasangan EWS
Subardi menilai, ormas penerima izin tambang nantinya akan menjadi kontraktor tambang karena lahan yang diberikan akan dikelola kembali oleh pihak ketiga.
“Akhirnya apa yang terjadi? Ya jual kertas, jual lisensi, jual izin. Apakah kita akan berbisnis seperti itu?” cecar Subardi.
Apa Hak Masyarakat Adat?
Sementara Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Hanteru Sitorus menyatakan pihaknya tidak menentang kebijakan tersebut, karena Presiden Jokowi telah berjanji untuk memberikan konsesi tambang kepada ormas keagamaan. Namun pernyataan Bahlil, bahwa pemberian izin kelola tambang didasarkan pada perjuangan ormas keagamaan untuk negeri. Padahal pihak lain juga ikut berjuang, tetapi tidak memiliki hak yang sama.
Baca Juga: Ancaman Kekeringan di Sumatra hingga Tahun 2050 dan Suhu Jakarta Naik Tajam
“Anak cucu para pahlawan kita di mana hak mereka terhadap sumber daya alam itu? Juga masyarakat di pinggiran tambang itu, Pak? Kapan akan dihargai hak mereka juga untuk menikmati kekayaan alam itu, Pak?” cecar Deddy.
Discussion about this post