Juga kepada Brigadir Harial Anugrah dari Brimob KOMPI 3 Yon B NTB; Maulana Ikhwannul Hakim dari BPBD Lombok Timur; Abdul Haris Agam dan Herna Hadi Prasetyo dari Rinjani Squad; Hardiyansah dari Lombok Rope Acces Community (Lorac); Haryadi Gustio Syafly dari Balai Taman Nasional Gunung Rinjani; dan Mustiadi dari EMHC.
Raja Juli menyampaikan, musibah ini memberikan pelajaran bahwa rasa kemanusiaan dapat mengatasi perbedaan suku, agama, kewarganegaraan, serta dapat mengalahkan rintangan. Kolaborasi dan kerelawanan relevan untuk mengatasi berbagai persoalan dalam kebencanaan.
Baca juga: Jalal Abdul Nasir, 1 Muharram Jadi Momentum Hijrah Ekologis
Ia juga menjanjikan ada peningkatan Standard Operating Procedure (SOP) dalam aktivitas wisata minat khusus, seperti pendakian di seluruh kawasan konservasi untuk meminimalisir kejadian yang tidak diharapkan.
“Saya tidak ingin berbisnis dengan nyawa manusia. Salah satunya yang memungkinkan untuk kami meminimalisir agar tidak lagi terjadi adalah memperketat SOP pendakian dan memperbaiki sarana dan prasarana,” kata Raja Juli.
Kerja sama juga akan tingkatkan dengan Basarnas, kelompok relawan, kepolisian, pemerintah daerah setempat dan stakeholder lain.
Baca juga: Dugong, Mamalia Laut yang Dilindungi dan Berperan Menyimpan Karbon
“Taman nasional ada dalam otoritas kami. Kementerian Kehutanan memiliki tanggung jawab moral yang paling besar. Jadi saya instruksikan, ayo bersama-sama di internal untuk memperbaiki SOP pendakian,” perintah dia.
Kolaborasi demi keamanan dan kenyamanan
Sementara Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Putri Wardhana juga menggelar Rapat Koordinasi K/L Terkait Isu Keselamatan Wisatawan di Destinasi Wisata secara daring, Rabu, 2 Juli 2025. Menurut dia, keselamatan wisatawan adalah isu lintas sektor yang membutuhkan perhatian dan aksi bersama.
“Tanpa sistem keselamatan yang kuat, pariwisata tidak akan berkelanjutan apalagi mampu bersaing secara global,” ujar Widiyanti.
Ia merinci sejumlah isu keselamatan untuk bisa didalami bersama. Mulai dari isu keselamatan transportasi, perhatian dan pengawasan teknis dalam pengelolaan daya tarik wisata, keselamatan dalam pengelolaan daya tarik wisata, pengaturan tingkat kapasitas pengunjung, keselamatan wisatawan terutama di destinasi yang ekstrem, dan isu lainnya.
“Target kami zero accident di seluruh destinasi pariwisata Indonesia. Satu kejadian saja dapat merusak kepercayaan wisatawan dan mencoreng citra Indonesia di mata dunia,” kata dia.
Rapat koordinasi itu untuk memetakan isu keselamatan prioritas berdasarkan jenis destinasi, menyelaraskan kebijakan, regulasi, dan standar antar K/L secara operasional.
Baca juga: Cuaca Ekstrem Intai Sepekan Depan, Waspada Liburan ke Puncak hingga Labuan Bajo
Juga menyusun rencana aksi terpadu termasuk mitigasi risiko, sistem peringatan dini, respons darurat, juga memperkuat pengawasan berkelanjutan dari wahana hiburan, hingga ekowisata dan wisata petualangan.
“Perizinan, pengawasan, dan penertiban perlu dilakukan. Kami juga perlu meningkatkan kapasitas SDM untuk menjaga ini dengan sebaik-baiknya,” imbuh dia.
Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kementerian Pariwisata, Hariyanto, mengungkapkan Kemenpar berkolaborasi dengan sejumlah pihak terkait telah menetapkan 43 jenis Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang kepariwisataan. Dari jumlah tersebut, 14 SKKNI masuk dalam kategori keselamatan tinggi, 7 SKKNI masuk dalam kategori keselamatan menengah, dan selebihnya 22 SKKNI masuk dalam kategori keselamatan rendah.
“Isu keselamatan wisata bukan sekadar tanggung jawab pengelola, tapi tanggung jawab kolektif lintas sektor. Basarnas siap menjadi mitra aktif dalam upaya peningkatan keselamatan destinasi wisata Indonesia. Juga diperlukan peta jalan lintas sektor ‘Safe Tourism Roadmap 2025-2030,” kata Kasubdit Pengerahan Potensi dan Pengendalian Operasi Basarnas, Emy Freezer. [WLC02]
Sumber: Kementerian Kehutanan, Kementerian Pariwisata







Discussion about this post