Wanaloka.com – Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X mengeluarkan perintah moratorium pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Daerah Aliran Sungai (DAS) Progo yang ditandatangani dan mulai berlaku per 3 November 2023. Perintah moratorium yang diterbitkan melalui Instruksi Gubernur DIY Nomor 3 Tahun 2023 tentang Penanganan Kerusakan Lingkungan Akibat Aktivitas Pertambangan pada DAS Progo di DIY dinilai telah merespons desakan Paguyuban Masyarakat Kali Progo (PMKP) terkait penghentian penambangan di sana sejak 2017.
Kepala Divisi Advokasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta Assegaf menuturkan, aktivitas tambang di Sungai Progo telah membuat khawatir warga Jomboran, Wiyu dan Pundakwetan yang bergabung dalam PMKP karena akan berdampak kesulitan air bersih. Sebab penambangan akan membuat sumur warga kering karena terjadi penurunan muka air tanah. Selain itu proses pendidikan anak-anak di sana terganggu kebisingan alat berat yang mengeruk pasir sungai. Ancaman kerusakan lingkungan lainnya di DAS Progo adalah erosi dan perubahan aliran sungai.
Perjuangan warga telah dimulai dari mempersoalkan proses perizinan yang kurang partisipasi publik, dampak kerusakan lingkungan akibat pertambangan, audiensi dengan pemerintah, dan unjuk rasa. Bahkan perjuangan warga itu berujung ancaman kriminalisasi 16 warga yang dikenakan Pasal 162 UU Minerba, tetapi sampai saat ini belum ada kepastian hukum.
Baca Juga: Varietas Padi Gamagora 7 Tahan Hama dan Tumbuh di Lahan Kering
Walhi Yogyakarta mengapresiasi langkah moratorium yang dinilai langkah awal pemulihan lingkungan dan hak masyarakat di DAS Progo. Tantangan pemerintah selanjutnya adalah bagaimana mengawal rangkaian penegakan pascamoratorium untuk menjamin pemenuhan hak masyarakat dan lingkungan.
Langkah selanjutnya, menurut Direktur Eksekutif Walhi Yogyakarta, Gandar Mahojwala adalah melakukan evaluasi menyeluruh atas IUP yang sedang berlaku. Termasuk mengkaji dampak tambang bagi masyarakat, baik atas perizinan yang sudah pernah berjalan, maupun perizinan lama yang belum ditindaklanjuti dengan aktivitas reklamasi.
“Kebijakan ini perlu ditindaklanjuti secara tegas sehingga ada efek jera bagi perusahaan yang tidak melakukan reklamasi pascatambang,” kata Gandar dalam siaran tertulis yang diterima Wanaloka.com pada 6 November 2023.
Baca Juga: KLHK Kebut Sosialisasi Bursa Karbon, Dosen UGM Ingatkan Perlu Dikawal
Proses reklamasi perlu dilakukan secara transparan dan tepat sasaran pada pihak-pihak yang menerima dampak. Tidak menutup kemungkinan perlu juga dilakukan investigasi di sungai-sungai lain di wilayah Yogyakarta untuk memastikan ada tidaknya masyarakat yang mengalami dampak buruk pertambangan, selain di Jomboran, Wiyu, dan Pundakwetan.
“Kebijakan pemerintah sudah selayaknya berpihak pada keberlanjutan lingkungan dan masyarakat yang paling rentan,” jelas Gandar.
Selain itu, mekanisme pemulihan untuk masyarakat harus dibuat sehingga hak masyarakat dan kondisi lingkungan dipulihkan sebagaimana mestinya. Partisipasi masyarakat juga penting untuk melaporkan dampak pertambangan yang mereka rasakan.
Baca Juga: Indonesia dan Cina Bangun Laboratorium Teknologi Bahan Energi Baru dan Metalurgi
Discussion about this post