Selasa, 3 Juni 2025
wanaloka.com
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Olah Sampah Makanan Jadi Kompos, Atasi Emisi GRK secara Mandiri

Mengurangi sampah organik merupakan upaya mengurangi emisi gas rumah kaca. Salah satunya dengan mengolah sampah organik menjadi kompos. Mengapa kompos?

Senin, 27 Februari 2023
A A
Kegiatan Gerakan Nasional Compost Day, Kompos Satu Negeri. Foto ppid.menlhk.go.id.

Kegiatan Gerakan Nasional Compost Day, Kompos Satu Negeri. Foto ppid.menlhk.go.id.

Share on FacebookShare on Twitter

Wanaloka.com – Hampir setiap aktivitas manusia menghasilkan sampah. Masalah sampah yang tidak bisa diselesaikan dengan baik akan menimbulkan masalah, baik terhadap aspek kesehatan maupun lingkungan. Masalah sampah semakin serius seiring pertambahan jumlah penduduk.

Terutama sampah makanan yang setiap orang dan setiap rumah tangga menghasilkan setiap hari. Bahkan dunia menyoroti sampah makanan di Indonesia yang nilainya mencapai Rp330 triliun.

“Ini cukup menyedihkan, mengingat kita bukan negara kaya,” kata Periset Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih (PRLTB) Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Prasetyadi dalam webinar “Yuk Mengolah Sampah di Rumah Menjadi Kompos, Biogas, dan Ecoenzyme” pada 25 Februari 2023.

Baca Juga: Komnas HAM Soroti Penanganan Kasus Lingkungan dan Kehutanan

Dampak Penimbunan Sampah
Berdasarkan data dari daerah yang dihimpun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2022, jumlah timbulan sampah di Indonesia sebesar 68,7 juta ton per tahun dengan komposisi sampah didominasi sampah organik, khususnya sampah sisa makanan yang mencapai 41,27 persen. Sekitar 38,28 persen dari sampah tersebut bersumber dari rumah tangga. Sampah organik juga merupakan kontributor terbesar dalam menghasilkan emisi gas rumah kaca apabia tidak terkelola dengan baik.

Sebanyak 65,83 persen sampah di Indonesia masih diangkut dan dibuang ke landfill. Sampah organik sisa makanan yang ditimbun di landfill akan menghasilkan emisi gas metana (CH4) yang memiliki kekuatan lebih besar dalam memerangkap panas di atmosfer dibandingkan karbon dioksida (CO2). Kondisi tersebut mempertegas bahwa pengelolaan sampah organik, khususnya sampah sisa makanan adalah penting dan perlu menjadi perhatian utama.

“Untuk mencapai target Zero Waste, saatnya kita meninggalkan cara kerja lama kumpul-angkut-buang yang menitikberatkan pengelolaan sampah di TPA (tempat pembuangan akhir),” ucap Menteri LHK Siti Nurbaya Abubakar dalam acara “Gerakan Nasional Compost Day, Kompos Satu Negeri” pada 26 Gebruari 2023.

Baca Juga: Enam Gunung Api Paling Aktif Meletus 2023

Penimbunan sampah di landfill, apabila dikelola secara open dumping dapat menimbulkan permasalahan lingkungan, kesehatan, dan berkontribusi besar dalam menghasilkan emisi gas rumah kaca. Sementara emisi dapat memberikan efek global perubahan iklim.

Zero Waste Zero Emission
Dalam rangka pelaksanaan rencana aksi untuk mencapai target nasional penurunan emisi gas rumah kaca, peran dan posisi HPSN 2023 menjadi sangat strategis untuk memperkuat posisi sektor pengelolaan sampah sebagai pendorong pengendalian perubahan iklim. Secara sederhana, HPSN 2023 menjadi babak baru pengelolaan sampah di Indonesia menuju Zero Waste Zero Emission Indonesia.

Bentuk komitmen kepada dunia dalam pengendalian perubahan iklim, Pemerintah Indonesia telah menyampaikan dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (NDC) pada tanggal 23 September 2022. Isinya meliputi target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) pada sektor limbah pada 2030 Indonesia. Yaitu penurunan tingkat emisi GRK sebesar 40 Mton CO2eq dengan upaya sendiri (CM1) dan 43,5 Mton CO2eq dengan dukungan internasional (CM2). Sebagai bagian dari upaya mencapai target tersebut, KLHK telah menyusun rencana aksi pencapaian Zero Waste Zero Emission dari subsektor sampah.

Baca Juga: KLHK Jalin Kerja Sama Lingkungan dan Kehutanan dengan 74 Perguruan Tinggi

Rencana aksi pencapaian Zero Waste Zero Emission dari subsektor sampah, meliputi, pertama, peningkatan pengelolaan seluruh TPA di Indonesia untuk mengimplementasikan metode pengelolaan controlled atau sanitary landfill dengan pemanfaatan gas metan pada tahun 2025. Kedua, tidak ada lagi pembangunan TPA baru mulai tahun 2030 dengan penggunaan TPA eksisting akan dilanjutkan hingga masa operasionalnya berakhir serta landfill mining sudah mulai dilakukan.

Ketiga, tidak ada pembakaran liar mulai tahun 2031. Keempat, optimalisasi fasilitas pengelolaan sampah seperti PLTSa, RDF, SRF, biodigester, dan maggot atau black soldier flies untuk sampah biomass dan diharapkan tahun 2040 operasional TPA diperuntukkan khusus sebagai tempat pembuangan sampah residu. Kelima, penguatan kegiatan pemilahan sampah di sumber dan pemanfaatan sampah sebagai bahan baku daur ulang.

“Pekerjaan rumah bagi kita semua adalah bagaimana sampah yang ada di sekitar kita, di rumah kita, dapat dikelola dengan baik,” kata Kepala Pusat Riset Mikrobiologi Terapan, Ahmad Fathoni.

Baca Juga: SAR Indonesia Berhasil Evakuasi 15 Korban Gempa Turki

Ada empat faktor kunci dalam pengelolaan sampah, yaitu sumber daya manusia sebagai penghasil sampah dan faktor utama pengolah sampah, infrastruktur sarana pendukung, teknologi dan regulasi.

Mengapa dengan Composting?
Dalam rangka peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2023 bertema “Tuntas Kelola Sampah untuk Kesejahteraan Masyarakat”, KLHK menyelenggarakan “Gerakan Nasional Compost Day, Kompos Satu Negeri”. Dengan prinsip kerja “Zero Waste, Zero Emission Indonesia”, menurut Siti, pengelolaan sampah di Indonesia telah bergeser ke hulu dengan partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat.

“Compost Day – Kompos Satu Negeri untuk mengubah pola pikir kita semua dalam mengelola sampah, khususnya sampah organik yang berasal dari sisa makanan,” jelas Siti.

Baca Juga: Peringatan Hari Lahan Basah Sedunia 2023 Dipusatkan di Jambi, Ini Alasannya

Terkait

Page 1 of 2
12Next
Tags: Compost DayEmisi gas rumah kacamembuat kompossampah makanansampah organikzero waste zero emission

Editor

Next Post
Guncangan gempa dangkal di darat Sigi, Sulawesi Tengah dengan kekuatan 5,5 magnitudo pada Senin, 27 Februari 2023, dirasakan di tiga provinsi. Foto tangkap layar episenter gempa dangkal di darat Sigi berdasarkan koordinat BMKG.

Gempa Dangkal di Darat Sigi 5,5 Magnitudo Dirasakan di 3 Provinsi

Discussion about this post

TERKINI

  • Suasana koordinasi tim SAR gabungan untuk evakuasi korban longsor tambang galian C di Gunung Kuda, Cirebon, 2 Juni 2025. Foto BPBD Cirebon.Ada Empat Perzinan Usaha Tambang Galian C di Blok Gunung Kuda di Cirebon
    In Lingkungan
    Senin, 2 Juni 2025
  • Kebun Raya Sriwijaya di Sumatera Selatan. Foto Dok. KRS.Kebun Raya Sriwijaya Menuju Laboratorium Hidup Ekologi
    In News
    Minggu, 1 Juni 2025
  • Lokasi longsor tambang galian C di Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat yang terjadi pada 30 Mei 2025. Foto Dok. Kementerian ESDM.Longsor Tambang Gunung Kuda, Potensi Gerakan Tanah di Wilayah Cirebon Tinggi
    In Bencana
    Minggu, 1 Juni 2025
  • Ilustrasi daging kurban dibungkus daun jati. Foto kemenagsidoarjo.com.Solusi Penumpukan Sampah Plastik dan Limbah Hewan Kurban Saat Iduladha
    In News
    Sabtu, 31 Mei 2025
  • Suasana aktivitas di sekitar tambang galian C Gunung Kuda di Cirebon usai longsor, 30 Mei 2025. Foto Dok. BPBD Cirebon.Jumlah Korban Longsoran Tambang Galian C Gunung Kuda Cirebon Jadi 14 Jiwa
    In Bencana
    Sabtu, 31 Mei 2025
wanaloka.com

©2025 Wanaloka Media

  • Tentang
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber

No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2025 Wanaloka Media