Indonesia memiliki rekam jejak gempa bumi dan tsunami yang terjadi beberapa tahun silam. Ada gempa dan tsunami Aceh tahun 2004, gempa Jogja 2006, gempa Pangandaran 2006, gempa Lombok dan gempa Palu 2018. Gempa-gempa tersebut mengakibatkan korban jiwa dan kerugian material yang cukup besar.
“Seharusnya sudah cukup bagi kita untuk belajar dari peristiwa tersebut,” ujar Hijrah.
Baca Juga: Tiga Menteri Gelar Upacara HUT ke-79 RI di Gunung, Dasar Laut dan Pulau Terluar
Gempa Bumi Bukan Bencana
Irwan menekankan bahwa gempa bumi bukanlah bencana, melainkan sebuah proses alami yang memang harus terjadi sesuai hukum alam. Menurut dia, bencana sebenarnya adalah kerusakan infrastruktur, seperti bangunan yang roboh mulai dari sekolah hingga fasilitas kesehatan. Sedangkan yang perlu dilakukan adalah memastikan ketika gempa terjadi tidak berubah menjadi bencana.
Untuk menyingkap potensi gempa ini, Irwan menyarankan untuk meningkatkan literasi masyarakat termasuk pemerintahan, baik melalui dialog publik hingga perbaikan cara menyampaikan informasi kebencanaan dalam kurikulum pendidikan.
“Jadikan potensi bencana sebagai kesempatan kita untuk meningkatkan pengetahuan,” tutur dia.
Baca Juga: Tujuh Masalah Struktural Agraria yang Tak Disinggung Jokowi dalam Pidato Kenegaraan
Dengan demikian, keputusan yang diambil oleh masyarakat dan pemerintah akan lebih berdasar pada pemahaman terhadap kebencanaan.
Hijrah pun mengingatkan gempa bumi dapat terjadi sewaktu-waktu dan tidak dapat diprediksi dengan pasti. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah mempersiapkan diri agar siap dan siaga apabila bencana tersebut terjadi.
“Apabila gempa besar terjadi, masyarakat harus tahu untuk lari dan menyelamatkan diri ke tempat yang aman. Terutama, masyarakat yang tinggal di pesisir akan memiliki risiko besar saat gempa bumi berlangsung,” kata dia.
Baca Juga: HUT RI, Organisasi Sipil dan Warga Korban IKN Serukan “Indonesia is Not For Sale”
Hijrah menghimbau masyarakat dapat mempersiapkan perlengkapan darurat, seperti makanan, air, dan obat-obatan dalam satu kotak. Upaya ini akan membantu masyarakat pasca gempa bumi usai. Pada kondisi tersebut sangat sulit untuk mencari perlengkapan untuk bertahan selama berhari-hari.
“Tentu, pada kondisi itu kita tidak dapat berbuat banyak hal. Bala bantuan pun tidak akan datang cepat. Butuh waktu panjang untuk menunjang kebutuhan pasca gempa bumi usai. Namun kita dapat mengantisipasi dengan menyiapkan peralatan darurat,” papar dia.
Belajar dari Jepang
Pemerintah memiliki peranan penting dalam menanggulangi dan mitigasi bencana. Salah satunya, dengan melakukan simulasi bencana terhadap masyarakat sehingga akan tereduksi dan tidak panik saat bencana terjadi.
Baca Juga: Kekeruhan Atmosfer Akibat Erupsi Gunung Merapi 2010 Turun 36 Persen
Para petugas BNPB, BPBD, dan pemerhati bencana dapat membantu simulasi tersebut. Melihat beberapa pekan lalu terdapat aktivitas gempa kecil di Bengkulu, Ambon, dan Bali.
“Jadi sudah waktunya untuk memperkuat kesiapan kita. Mungkin gempa kecil-kecil ini bisa mengurangi risiko gempa besar, tapi tetap saja kita harus bersiap kalau yang besar datang,” imbuh dia.
Pemerintah juga harus belajar dari negara Jepang yang siap siaga dalam mitigasi bencana. Seperti memastikan bangunan di wilayah rawan gempa sesuai dengan standar bangunan tahap gempa. Selain itu, menerapkan early warning system berbasis teknologi untuk menyebarluaskan peringatan bencana
“Kita harus serius menghadapi ancaman ini. Aktivitas gempa yang meningkat belakangan ini adalah pengingat bahwa kita hidup di wilayah yang rentan bencana. Jangan menunggu sampai bencana besar terjadi baru kita bertindak. Mulai sekarang, mari kita tingkatkan kesiapsiagaan,” tegas dia. [WLC02]
Discussion about this post