Wanaloka.com – Kekhawatiran akan seismic gap di megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut semakin terasa. Terutama sejak Jepang mengeluarkan peringatan potensi gempa megathrust lanjutan usai gempa bermagnitudo 7,1 terjadi di megathrust Nankai, Jepang Selatan pada 8 Agustus 2024.
“Apabila peringatan BMKG terkait megathrust itu dibiarkan tanpa ada penjelasan lebih lanjut akan berdampak besar bagi masyarakat yang memiliki literasi tidak baik terkait potensi risiko gempa tersebut,” kata Pakar Manajemen dan Mitigasi Bencana, Universitas Airlangga (Unair) Hijrah Saputra pada 19 Agustus 2024.
Mengapa?
Pakar Gempa ITB, Prof. Irwan Meilano menjelaskan, zona megathrust Nankai memiliki palung bawah laut. Apabila diguncang gempa dapat memicu atau membuka jalan bagi gempa dahsyat di sistem tunjaman Nankai. Indonesia perlu mewaspadai dampak yang mungkin timbul dari gempa ini. Sebab sejarah menunjukkan bahwa megathrust Nankai berpotensi memicu beberapa gempa besar.
Baca Juga: Catat Tanggal Mainnya, Pecinta Gunung Bisa Ikutan IMTC 2024 secara Hybrid
Gempa megathrust Nanking itu disinyalir akan membuka gempa dahsyat selanjutnya, terutama akan berdampak pada wilayah Indonesia. Informasi itu membuat masyarakat Indonesia was-was. Apalagi gempa megathrust dapat memicu gelombang tsunami yang besar.
Istilah “megathrust” merujuk pada gabungan antara “mega” yang berarti besar dan “thrusting” yang merujuk pada mekanisme gempa yang naik ke atas dan berpotensi memicu tsunami. Dengan demikian, megathrust artinya menjadi potensi gempa yang dahsyat yang dapat menimbulkan tsunami.
Gempa bumi megathrust merupakan gempa bumi yang disebabkan pertemuan antar lempeng tektonik bumi pada zona subduksi. Kondisi tersebut mengancam wilayah Indonesia, karena sebagian besar wilayah Indonesia dikelilingi patahan-patahan besar.
Baca Juga: Gunung Dukono Erupsi Saat Didaki, BNPB Ingatkan Kasus Pendaki Tewas di Marapi
Melihat Potensi Gempa
Untuk memahami potensi gempa, beberapa bukti penelitian dapat dijadikan acuan. Pertama, sejarah kegempaan, yaitu tentang sejarah kegempaan yang pernah terjadi di daerah tersebut;
Kedua, data pengamatan pola kegempaan saat ini. Pada dasarnya, daerah yang berpotensi mengalami gempa besar pada masa depan cenderung memiliki aktivitas kegempaan yang tidak terlalu banyak saat ini.
Ketiga, akumulasi regangan yang terjadi yang dapat diukur melalui pengamatan, termasuk pengamatan GPS yang dikelola oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) dan BRIN.
Baca Juga: Daryono, Ini Maksud Gempa Selat Sunda dan Mentawai-Siberut “Tinggal Menunggu Waktu”
Irwan menjelaskan kondisi ketiga telah terpenuhi di Mentawai. Sementara untuk Selat Sunda baru kondisi kedua dan ketiga yang terpenuhi, sedangkan kondisi pertama tidak terpenuhi.
Artinya, bukti penelitian di Selat Sunda tidak selengkap di Mentawai. Sebab ada perbedaan geografis keduanya sehingga tidak mudah untuk melakukan penelitian di Selat Sunda daripada Mentawai. Irwan menambahkan, data kegempaan di Selat Sunda tersebut tidak mengurangi potensi terjadinya gempa di megathrust Selat Sunda.
“Kalau kita bicara tentang potensi gempa di kedua lokasi tersebut, sama-sama besar,” ujar Irwan dalam dialog publik melalui Instagram pada 13 Agustus 2024.
Baca Juga: PWYP Ingatkan Menteri ESDM Baru, Jangan Ada Lagi Solusi Palsu Transisi Energi
Ia menganalogikan fenomena ini seperti menabung. Akumulasi energi yang ditabung pada akhirnya akan dilepaskan dalam bentuk gempa, sesuai dengan hukum alam. Meskipun penelitian modern telah berkembang, hingga kini manusia masih belum dapat menentukan waktu yang pasti tentang kapan terjadinya gempa.
“Terdapat potensi yang besar untuk terjadi gempa masa depan. Berdasarkan penelitian modern, kita memang belum dapat menentukan waktu yang pasti tersebut,” kata Irwan.
Hijrah menambahkan, zona megathrust yang ada di Selat Sunda atau di Mentawai Siberut merupakan wilayah yang secara teori perlu diwaspadai. Sebab zona itu memiliki wilayah seismic gap, artinya kekosongan aktivitas seismik yang cukup lama.
Baca Juga: Menyelam Sambil Melakukan Transplantasi Terumbu Karang demi Wisata Berkelanjutan
Kekosongan tersebut menimbulkan simpanan energi yang besar cukup lama. Apabila energi tersebut lepas akan menyebabkan gempa bumi yang besar, bahkan memiliki potensi tsunami yang dahsyat bergantung pada mekanisme sumber gempanya.
Discussion about this post