Wanaloka.com – Para pakar di UGM sepakat menyampaikan rekomendasi bahwa hingga saat ini belum ada urgensi bagi pemerintah untuk membuka lahan baru secara besar-besaran, meskipun bertujuan untuk membuka ketersediaan sumber pangan. Sebaliknya, para pakar UGM meminta pemerintah untuk memperbaiki sistem pertanian yang ada saat ini yang dinilai belum belum optimal.
Pernyataan tersebut untuk menanggapi pernyataan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni yang akan membuka lahan pangan seluas sekitar 20 juta hektare. Para pakar UGM menyampaikan dalam seminar Pemikiran Bulaksumur yang diselenggarakan Dewan Guru Besar UGM yang bertajuk “Debat, Dilemma, dan Solusi Kebijakan 20 Juta Hektar Hutan untuk Pangan,”, Kamis, 16 Januari 2025.
Guru Besar Kehutanan UGM Prof. Widyanto Dwi Nugroho menambahkan, pemerintah tidak perlu membuka lahan baru dengan merusak hutan. Namun dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan di hutan yang sudah tidak produktif atau terdegradasi. Apalagi pemerintah sudah berkomitmen menurunkan karbon emisi hingga kurang dari 198,27 juta ton pada 2025.
Baca juga: Banjir Kepung 11 Kecamatan di Lampung
“Pembukaan lahan akan lebih tepat apabila memanfaatkan hutan degradasi menjadi produktif dan bisa bermanfaat untuk segi pangan dan lingkungan,” tegas dia.
Soal program proyek pangan yang dicanangkan pemerintah sekarang ini, diakui Widyanto sudah terjadi sejak zaman penjajahan. Tak heran, sangat berpeluang menciptakan kerentanan traumatik.
Pembukaan lahan tidak hanya berdampak pada keseimbangan alam, tetapi juga keadaan sosial pada masyarakat yang terdampak. Sebab para penduduk asli yang hidup di sekitar hutan diberi janji-janji dan harapan palsu oleh pemerintah. Berbagai macam cara digunakan untuk mendapatkan tanah-tanah yang ada di sana.
Baca juga: Gunung Ibu 17 Kali Erupsi, Tim Gabungan Percepat Evakuasi Warga Lima Desa
“Akhirnya hanya menyebabkan konflik internal dalam masyarakat karena politik penguasaan tanah. Tanah mereka diambil namun kesejahteraan tidak mereka dapatkan,” kata dia.
Untuk menghindari potensi konflik dengan masyarakat adat atau masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, Antropolog UGM, Laksmi Adriani Savitri mengatakan, pemerintah diharapkan untuk meninjau ulang rencana pembukaan hutan seluas 20 juta hektare.
“Masyarakat kita ingin diajak duduk dan bicara secara setara,” tegas dia.
Discussion about this post