“Adanya reforma agraria melalui Pansus Reforma Agraria ini harus bisa memangkas ketimpangan itu,” kata Khozin.
Terkait arah satu peta data pertanahan, Politisi dari Fraksi PKB ini menilai hal itu salah satu bagian dari reforma agraria yang akan dibahas pansus mendatang. Termasuk juga pembenahan regulasi, serta kemungkinan lahirnya Rancangan Undang-Undang Pertanahan.
“Sebenarnya Indonesia belum memiliki Undang-undang Pertanahan,” imbh dia.
Baca juga: Porang, Pangan Lokal Alternatif untuk Kemandirian Desa
Selama ini yang ada adalah Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 yang usianya sudah lebih dari 60 tahun. Perlu pembaruan regulasi yang bisa benar-benar dilaksanakan di lapangan.
“Mudah-mudahan pansus bisa menjadi highlight besar, menjadi titik temu untuk kami mendesain ulang kebijakan. Nanti turunannya bisa menyelesaikan seluruh persoalan konflik agraria yang ada di Republik ini. Termasuk konflik pertanahan Masyarakat,” papar Khozin.
Tema besar persoalan agrarian, menurut dia adalah untuk memotong gini ratio di sektor pertanahan. Kelembagaan hingga dukungan anggaran menjadi agenda utama dalam pembahasan di Pansus Agraria.
“Sertifikat digital ini memberikan kepastian hukum lebih kuat kepada masyarakat,” kata dia.
Ia menjelaskan, dalam masa transisi dari konvensional (paper) ke digitalisasi ini keberadaan sertifikat konvensional berupa surat atau lembaran, tetap berlaku dan menjadi baseline sebelum secara penuh beralih ke sertifikat digital.
Baca juga: Makanan Aman Konsumsi, Perhatikan Suhu Penyimpanan dan Berapa Kali Dihangatkan
Terkait kekhawatiran masyarakat terhadap sertifikat tanah digital, Khozin menilai sesuatu yang wajar. Sebab social culture shock dalam proses transformasi dari sistem konvensional ke sistem digital. Ia minta untuk tidak perlu dibesar-besarkan.
“Kita memang harus beradaptasi. Apapun itu, tujuan digitalisasi jelas untuk efektivitas dan efisiensi. Sertifikat digital ini justru akan mengurangi potensi konflik kemudian hari, karena database tanah tidak hanya disimpan manual, tetapi juga dalam arsip digital. Ini memberikan kepastian hukum lebih kuat kepada pemilik tanah,” klaim dia.
Ia menyebutkan orientasi program ATR/BPN untuk meringankan beban administrasi pertanahan masyarakat. Terkait adanya keluhan masyarakat soal biaya perubahan sertifikat, pihaknya berjanji akan segera mengecek kembali dan mempertanyakannya kepada pihak terkait, Kementerian ATR/BPN yang notabene merupakan mitra kerjanya di Komisi II.
“Detail teknis biaya akan kami cek kembali. Tapi prinsipnya, kesepakatan dengan ATR/BPN adalah seluruh program harus memudahkan masyarakat, bukan sebaliknya,” imbuh dia. [WLC02]
Sumber: DPR







Discussion about this post