Wanaloka.com – Amandemen Kigali yang mengatur pengurangan produksi dan konsumsi Hydrofluorocarbon (HFC) secara global mulai berlaku pada 14 Maret 2023. Amandemen ini merupakan amandemen kelima Protokol Montreal yang telah dirativikasi Pemerintah Indonesia.
“Indonesia akan memulai pengendalian konsumsi HFC pada tahun 2024 dengan mengembalikan konsumsi HFC ke baseline,” kata Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Laksmi Dhewanthi pada Sosialisasi Ratifikasi Amandemen Kigali di Jakarta, Rabu, 25 Januari 2023.
Angka baseline merupakan konsumsi HFC pada tahun 2020-2022 ditambah dengan 65 persen baseline konsumsi Hydrochlorofluorocarbon (HCFC). Kemudian pengurangan konsumsi HFC berdasarkan jadwal yang telah disusun akan dilakukan secara bertahap mulai dari pengurangan 10 persen pada 2029, 30 persen pada 2035, 50 persen pada 2040, dan 80 persen pada 2045.
Baca Juga: Mitigasi Bencana Karhutla 2023, Pemerintah Warning Perusahaan Swasta
Mengapa HFC dan HCFC Harus Dikurangi?
Berdasarkan sejumlah referensi, Konvensi Wina dan Protokol Montreal adalah perjanjian internasional yang bertujuan untuk melindungi lapisan ozon. Rusaknya lapisan ozon berpotensi menyebabkan peningkatan kasus katarak mata, menurunnya kekebalan tubuh manusia, kanker kulit, dan kematian plankton di perairan akibat radiasi sinar ultra violet-B yang tidak tertapis oleh lapisan ozon. Chlorofluorocarbon (CFC) dan HCFC adalah senyawa kimia yang berpotensi merusak lapisan ozon.
Sejak Protokol Montreal diimplementasikan di Indonesia (1992 – sekarang), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menjadi salah satu mitra penting KLHK yang membantu kegiatan pengendalian dan pengawasan impor Bahan Perusak Ozon (BPO) dan impor AC, lemari pendingin, dan lemari beku (cold storage).
Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 84 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Barang Berbasis Sistem Pendingin telah melarang impor produk berbasis sistem pendingin seperti AC, lemari pendingin dan lemari beku yang menggunakan CFC dan HCFC. Pemerintah Indonesia juga mengatur tata niaga impor BPO dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 83 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Bahan Perusak Ozon.
Baca Juga: Salah Urus Tata Ruang Jadi Penyebab Utama Bencana Ekologis di Pulau Jawa
Aturan ini direvisi dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 93 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 83 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Bahan Perusak Lapisan Ozon. Para petugas bea dan cukai menjadi garda terdepan untuk menjaga masuknya barang-barang tersebut ke Indonesia.
Indonesia telah melarang penggunaan CFC. Di sisi lain, Indonesia sedang dalam proses menurunkan konsumsi HCFC dengan target penurunan konsumsi HCFC sebesar 37,5 persen pada 2020 atau 151.47 ODP Ton dan 55 persen pada tahun 2023 atau 222.16 ODP Ton yang dihitung dari baseline sebesar 403.92 ODP Ton. Penurunan konsumsi HCFC dapat dicapai melalui pengendalian impor, yaitu membatasi dan menurunkan target alokasi impor nasional HCFC setiap tahunnya. Sedangkan proses penghapusan HCFC di Indonesia masih berlangsung sampai 2030.
Adanya pembatasan dan penurunan alokasi impor nasional HCFC berpotensi memicu masuknya BPO melalui cara-cara ilegal. Berdasarkan hasil studi Interpol dan UNEP, refrigerant CFC dan HCFC banyak diselundupkan dengan berbagai modus. Antara lain menggunakan tabung refrigerant HFC yang belum diatur tata niaga impornya, penggunaan pos tarif yang berbeda, atau masuk melalui pelabuhan yang tidak resmi.
Baca Juga: Bambang Hero: Kebakaran Lahan Gambut di Indonesia Sumbang Emisi 50 Persen Lebih
Discussion about this post