Baca Juga: Jalan Tani Digunakan Sepihak, Warga Ambunu Kembali Blokade Akses ke PT IHIP
“Caranya dengan melakukan pengisian kubah air gambut. Berdasarkan data Pemantau Air Lahan Gambut (SIPALAGA) ambang batas ketinggian air dalam tanah lahan gambut tidak boleh di bawah 40 cm yang menandakan status rawan kebakaran,” kata Dwikorita.
OMC yang dilakukan pada masa transisi musim hujan ke musim kemarau memperlihatkan perbandingan efektifitasnya. Hotspot yang dipadamkan dengan hujan hasil OMC lebih efektif dibandingkan upaya water bombing dan terrestrial dalam mengatasi karhutla. Saat ini, pemerintah memfokuskan OMC untuk menanggulangi karhutla di Sumatra dan Kalimantan.
Adapun musim transisi hujan ke musim kemarau sengaja dipilih karena pada dasarnya OMC sangat bergantung pada keberadaan awan hujan. Jika OMC dilakukan saat musim kemarau atau saat karhutla sudah terjadi, maka akan sulit dipraktikan.
Baca Juga: Karhutla di Toba, Anggota Komisi IV DPR Kritisi Ketidaksiapan Sarana Pemerintah
“Sebab biasanya keberadaan awan sulit ditemukan,” kata Dwikorita.
Air hujan yang berhasil diturunkan pada musim transisi diupayakan untuk disimpan di dalam kubah gambut dengan mengisi embung-embung yang berada di daerah rawan karhutla. Nantinya, jika musim kemarau dan terjadi karhutla, cadangan air ini juga bisa digunakan oleh tim Manggala yang bekerja secara terrestrial.
“Yang terpenting, kemungkinan besar pelaku yang melakukan pembakaran secara illegal pun akan kesulitan karena lahan gambut tersebut dalam kondisi basah,” imbuh Dwikorita.
Baca Juga: Fenomena Mbedhidhing Pernah Capai 1 Derajat Celcius di Dataran Tinggi Dieng
Emisi Karbon Ikut Turun
Plt. Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menjelaskan, area karhutla di Indonesia pada tahun 2023 menurun hingga 29,6 persen dibandingkan 2019. Serta, emisi karbon yang berhasil diturunkan akibat kebakaran hutan pada tahun 2023 mencapai 70,7 persen dibandingkan tahun 2019.
Kemudian gambut yang terbakar tidak hanya di permukaan saja, namun hingga ke dalam. Jika gambut terbakar semakin dalam, maka asapnya akan semakin pekat dan menimbulkan emisi karbon yang banyak. Akibatnya, punya dampak besar seperti mempercepat laju perubahan iklim, kerusakan lingkungan, dan memperburuk kesehatan manusia.
Baca Juga: Kritik Walhi Gorontalo, Pemda Lamban Atasi Bencana Ekologis di Gorontalo yang Berulang
“Paling tidak, kalau gambutnya dibasahi, eskalasi kebakaran mampu dikurangi intensitasnya dan emisi karbonnya pun jauh lebih berkurang dibandingkan tahun 2019. Ini tentu sangat berkontribusi positif untuk upaya komitmen pemerintah Indonesia terkait perubahan iklim, bahwa kita mengurangi emisi karbon,” kata Seto.
Selama kegiatan OMC berlangsung, penyemaian awan dilakukan di daerah yang berpotensi menyebabkan hujan di area pembangunan infrastruktur penunjang IKN. Penyemaian awan diprioritaskan di daerah upwind dengan tujuan awan hujan tidak masuk ke daerah target. [WLC02]
Sumber: BMKG
Discussion about this post