Wanaloka.com – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mendesak Pemerintah Indonesia segera membenahi tata kelola khususnya sawit dan kayu, menjelang finalnya Peraturan Anti Deforestasi Uni Eropa.
Manager Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional Walhi, Uli Arta Siagian mengatakan, ada beberapa tindakan koreksi yang harus dilakukan pemerintah Indonesia agar bisa tetap melakukan ekspor ke Uni Eropa (UE), terkhususnya untuk komoditas sawit dan kayu.
Anggota Parlemen Uni Eropa akhirnya sepakat memasukkan tata cara untuk memastikan perusahaan menghormati norma dan standar internasional mengenai hak asasi manusia dalam Undang-undang Anti Deforestasi Uni Eropa yang kini disusun.
Baca Juga: FOLU Net Sink 2030 Tercapai Asalkan Indonesia-Norwegia Fokus Lima Hal
Hak masyarakat adat dan komunitas lokal atas persetujuan bebas, didahulukan dan diinformasikan (Free, Prior and Informed Concent/FPIC) menjadi prasyarat untuk mengimpor produk ke UE. Prasyarat uji tuntas mengenai klaim atas tanah dan keberadaan masyarakat adat dan komunitas lokal menjadi sangat kuat.
“Keputusan Parlemen Eropa untuk memasukan prasyarat hak asasi manusia dalam peraturan anti deforestasi ini merupakan langkah yang tepat. Sebab, anti deforestasi dan perlindungan terhadap HAM adalah sebuah keniscayaan. Agar undang-undang ini nantinya dapat menurunkan laju deforestasi di Indonesia, maka pemerintah Indonesia harus segera berbenah” kata Uli Arta Siagian dalam siaran pers Walhi, Rabu, 14 September 2022.
Uli menjelaskan, setidaknya ada beberapa tindakan korektif yang harus dilakukan pemerintah Indonesia agar bisa tetap melakukan ekspor ke Uni Eropa, terkhususnya untuk komoditas sawit dan kayu.
Baca Juga: Kolaborasi EDGc dan GSTC Mengolah Sampah Plastik Menjadi Material Struktu
Pertama, pemerintah Indonesia harus segera mengoreksi tata kelola sawit dan kayu yang sengkarut, mulai dari pemberian izin. Evaluasi menyeluruh izin-izin perkebunan sawit, logging dan kebun kayu (hutan tanaman industri) milik korporasi. Hal ini menjadi sangat penting sebab, sawit ilegal dalam kawasan hutan yang dikuasai oleh korporasi sangat luas. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat seluas 3,3 juta hektar sawit dalam hutan. Maka tindakan pemberian sanksi terhadap perusahaan tersebut dengan mencabut izinnya penting untuk dilakukan. Pemenuhan bahan baku industri pulp and paper hingga saat ini 45 persennya masih dari hutan alam. Kayu logging yang diproduksi juga masih banyak berasal dari luar konsesi izin perusahaan.
Untuk menjamin prasyarat perlindungan hak asasi manusia yaitu, klaim atas tanah dan keberadaan masyarakat sebagai prasyarat uji tuntas, pemerintah harus segera memperluas pengakuan dan perlidungan wilayah kelola rakyat. Terhadap wilayah kelola rakyat yang berada di kawasan hutan, pengakuan dapat dilakukan dengan kebijakan perhutanan sosial, hutan adat dan tanah objek reforma agraria (TORA) dalam kawasan hutan.
Discussion about this post