Kepala Divisi Advokasi Wahana Lingkungan Hidup Yogyakarta, Himawan Kurniadi menyatakan, izin sangat krusial dalam kegiatan pertambangan, sebab memuat hak, kewajiban, dan larangan bagi pemegang izin. Selain itu, izin juga memuat antara lain jaminan kelestarian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, hak dan kewajiban pemegang izin, jaminan reklamasi dan pascatambang, penggunaan kaidah teknik pertambangan yang baik. Tanpa izin, pertambangan dilakukan secara sewenang-wenang.
Baca Juga: Aksi Solidaritas Perempuan Yogyakarta Mengecam Kekerasan di Iran
Dikatakannya, secara ideal, Desa Wadas seharusnya tidak menjadi lokasi pertambangan, mengingat Desa Wadas menjadi salah satu wilayah dengan tingkat kerentanan tinggi bencana longsor. Sehingga tidak layak dijadikan sebagai lokasi pertambangan.
Salah satu sesepuh Wadas, Marsono menegaskan warga Wadas akan terus menjaga bumi Wadas dari rencana pertambangan. Dia juga meminta Mahkamah Agung untuk benar-benar memberi perhatian atas upaya hukum yang sedang dilakukan warga Wadas bersama Jaringan Solidaritas Wadas.
Baca Juga: World Energy Outlook 2022: Perang Rusia – Ukraina Percepat Transisi Energi
“Jadi mohon Mahkamah Agung, gugatan adanya pertambangan di desa Wadas ini, benar-benar diperhatikan,” ungkap Mbah Marsono.
Ketua Solidaritas Perempuan (SP) Kinasih, Sana Ulaili mengatakan, pertambangan akan berpengaruh terhadap kehidupan seluruh warga Wadas.
“Hasil valuasi ekonomi kami menyebutkan, rata-rata warga wadas penghasilan 75 juta per orang dalam satu tahun. Ketika pertambangan ini terjadi, berapa miliar kehilangan yang akan dirasakan warga. 50 tahun kedepan, kekayaan warga bisa sampai 40 triliun. Betapa besarnya kerugian warga Wadas apabila pertambangan dilakukan di tanah Wadas,” ungkapnya. [WLC01]
Discussion about this post