“Mereka adalah pelindung ekologi terbaik. Contohnya masyarakat Baduy yang menerapkan gaya hidup zero carbon dengan menolak penggunaan listrik,” ujar dia.
Wahyu juga menyinggung perbedaan antara instrumen hukum internasional yang menjamin perlindungan masyarakat adat dan kondisi implementasi hukum nasional di Indonesia.
“Terdapat permasalahan koherensi. Padahal hukum internasional kedudukannya lebih tinggi karena berlaku secara universal,” papar dia.
Baca juga: Swastiko Priyambodo, Pengendalian Tikus Sawah Tak Hanya Andalkan Burung Hantu
Lebih lanjut, seminar tersebut juga menekankan bahwa dalam transisi energi, komitmen bersama penting untuk terus diwujudkan. Hal itu disampaikan Dosen Fakultas Hukum Unair, E. Joeni Arianto Kurniawan. Bahwa komitmen bersama penting dilakukan, mengingat sumber utama penyumbang emisi karbon jumlahnya juga begitu besar.
“Energi fosil sebagai penyumbang utama emisi karbon dunia, mencapai 73 persen. Siapa yang paling mendapat manfaat dan siapa yang paling terdampak? Itu yang jadi pembahasan hari ini,” ujar dia.
Ia menegaskan, jika kerja sama multiaktor dilakukan, maka dampak positif yang terasa bagi lingkungan hidup juga akan lebih besar. [WLC02]
Sumber: Unair
Discussion about this post