“Respons induk gajah menyerang truk yang menabrak anaknya menunjukkan insting alami dan ikatan sosial kuat pada gajah. Secara umum, gajah dikenal sebagai satwa liar dengan insting perlindungan tinggi terhadap anaknya,” jelas dia, Jumat, 8 Agustus 2025.
Baca juga: Peternakan Sapi Perah di Pegunungan Arfak akan Dihidupkan Lagi
Konsep koeksistensi manusia dan gajah seperti yang diterapkan di koridor Pekanbaru–Dumai adalah bentuk konservasi realistis yang dapat dikembangkan.
“Pendekatan ini integratif, apalagi gajah dekat dengan manusia. Contohnya, penggunaan gajah jinak untuk mengendalikan gajah liar sekaligus diintegrasikan dengan wisata,” tutur dia.
Ia juga mengapresiasi pembangunan terowongan lintasan gajah di Tol Pekanbaru–Dumai sebagai solusi konkret mitigasi konflik. Ini adalah alternatif mitigasi konflik di perbatasan habitat gajah dan kawasan masyarakat. Gajah memiliki pola pergerakan alami berulang sesuai musim, sehingga infrastruktur seperti ini penting untuk direplikasi di lokasi lain.
Baca juga: Biandro Wisnuyana, Kecerdasan Buatan Jadi Pisau Bermata Dua Bagi Masyarakat Adat
Risiko serupa juga ditemukan di jalan lintas Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yang menghubungkan Provinsi Lampung dan Bengkulu. Ia juga menunjukkan hasil penelitian disertasi mahasiswa bimbingannya terkait model pengembangan “hidup berdampingan” di wilayah Aceh. Penelitian tersebut merumuskan rekomendasi pendekatan mitigasi konflik gajah yang masuk areal perkebunan masyarakat.
“Hasi riset menunjukkan, masyarakat dapat memilih tanaman perkebunan berbasis preferensi gajah. Secara budaya, kerusakan tanaman oleh gajah bisa dianggap sebagai ‘amal sholeh’, selama tidak menimbulkan kerugian ekonomi signifikan,” kata dia.
Burhanuddin menekankan pentingnya kebijakan mitigasi yang sistematis dan kolaboratif. Ia merekomendasikan dua langkah prioritas. Pertama, implementasi UU Nomor 32 Tahun 2024 tentang Areal Preservasi (koridor satwa) secara kolaboratif dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
Baca juga: Kementerian Kehutanan Targetkan Penetapan 100 Ribu Ha Hutan Adat 2025
Kedua, pengembangan pusat konservasi gajah sebagai lembaga konservasi eks situ yang berfungsi untuk pelestarian sekaligus wisata edukasi.
Pelestarian gajah Sumatera yang kini terancam punah hanya dapat dicapai melalui pendekatan kolaboratif dan inovatif.
“Konservasi tidak boleh berdiri sendiri. Kita harus mampu menyelaraskan pembangunan dan kelestarian alam secara seimbang,” kata dia. [WLC02]
Sumber: Kementerian Kehutanan, IPB University







Discussion about this post