“Tidak perlu takut berlebihan, karena AI adalah milestone dari proses natural perkembangan teknologi, yang diharapkan memang memudahkan (kehidupan) dan yang dibutuhkan,” kata Handoko saat menjadi pembicara kunci dalam diskusi bertema Digitalisasi, AI, dan Masa Depan Kita, yang diselenggarakan Kompas.id, di Gedung the Telkom Hub, Jakarta, 7 Maret 2023.
Dia menekankan, AI merupakan alat, bukan tujuan. Basisnya AI adalah big data. Sama halnya dengan manusia yang secara natural memiliki latar belakang pengetahuan, sehingga memengaruhi manusia dalam mengambil keputusan. Begitu pula dengan AI. Bagaimana sistem buatan ini bisa memilah informasi, menganalisis, membuat keputusan, dan mengeksekusi keputusan itu.
Baca Juga: Ini Informasi Riset yang Dihasilkan dari Pusat Studi Kebumian UGM
“AI juga sama, kalau tidak ada big data di belakangnya, tidak ada AI,” tambah Handoko.
Indonesia berpotensi menjadi sumber data. Indonesia heterogen secara demografi, geografi, sosial-budaya, dan biodiversitas. BRIN menginisiasi pengembangan AI terkait data omics – genomics, proteomics, metabolomics – yang berbasis data biodiversitas darat dan laut Indonesia.
“Jika ingin mengembangkan obat misalnya, bisa berangkat dari data itu, dari struktur molekuler, dan itu the real big data,” tutur Handoko.
Apalagi bicara masalah demografi yang beragam terkait data kebencanaan, smart farming, dan zona tangkap ikan berbasis data sensor darat dan citra satelit.
Baca Juga: Gempa Dangkal Darat Kembali Guncang Tarutung
“Semua itu adalah data, ini jadi tantangan, bagaimana menganalisis dan memanfaatkan data tersebut melalui AI, menjadi informasi yang berguna untuk hal lain,” ucap Handoko.
Semakin banyak data yang terus bertambah, tantangan ke depan terletak pada kemampuan komputasi. Quantum computing akan menjadi salah satu teknologi ke depan, sehingga ada Pusat Riset Fisika Kuantum di BRIN.
Terkait hal itu, BRIN bersama pemangku kepentingan terkait sedang menyelesaikan rancangan Perpres tentang Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial.
Baca Juga: Solusi Palsu Krisis Iklim Membuat Beban Perempuan Kian Berat
Pedoman Etika AI
Fakultas Filsafat UGM bekerja sama dengan UNESCO juga telah selesai menyusun pedoman soal etika penggunaan dan pemanfaatan kecerdasan artifisial (AI) di Indonesia. Peluncuran dokumen tentang Kecerdasan Artifisial di Indonesia, Mengkontekstualisasikan Rekomendasi UNESCO tentang Etika AI dalam Pancasila pada 16 Maret 2023.
Rekomendasi etika dalam kecerdasan buatan yang dimaksud dalam studi ini mengacu pada nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dan dasar filosofis. Masing-masing ada lima sila Pancasila disarikan menjadi lima gagasan tentang religiusitas, kemanusiaan, persatuan, demokrasi dan keadilan sosial. Selanjutnya tim dari UGM mengeksplorasi lima gagasan tersebut secara filosofis sehingga dapat menjadi dasar bagi prinsip-prinsip etis pengembangan dan penggunaan AI di Indonesia.
“Dalam waktu dekat, dokumen ini bisa digunakan seluruh lapisan masyarakat,” kata Dekan Filsafat UGM, Dr. Siti Murtiningsih di sela-sela peluncuran dokumen di ruang persatuan Fakultas Filsafat UGM.
Baca Juga: Awan Panas Merapi Masih Fluktuatif, Tak Pengaruhi Kenaikan Suhu di DIY
Penyusunan dokumen etika penggunaan AI di Indonesia berangkat dari keprihatinan bersama antara Fakultas Filsafat dan UNESCO yang memandang pemanfaatan AI saat ini lebih banyak difokuskan pada kepentingan bisnis semata. Namun melupakan dampak yang ditimbulkan pada masyarakat selaku pengguna.
“Problem etik terlewat dan belum diperhatikan. Sinergi bersama ini akhirnya menyusun semacam rekomendasi naskah akademik yang disusun bersama untuk dijadikan panduan yang bisa diadopsi siapapun,” papar Siti.
Perwakilan Unesco Jakarta, Undral Ganbatar, mengatakan pihaknya menggandeng Fakultas Filsafat UGM dalam penyusunan pedoman etika penggunaan AI. Fakultas Filsafat dinilai memiliki pengetahuan luas soal prinsip etik dan moral sesuai nilai-nilai Pancasila.
Baca Juga: Korban Longsor Natuna 46 Orang, Longsor di Lampung 2 Orang Tewas
Adanya aturan etika kecerdasan buatan ini, masyarakat dapat mengetahui dampak baik dan buruk, benar dan keliru dalam pengembangan dan penggunaan teknologi yang berbasis AI. Sebab selain memberikan manfaat berupa kemudahan aktivitas, teknologi berbasi AI juga bisa merugikan masyarakat selaku pengguna.
“Teknologi AI selama ini selalu dikaitkan pada bisnis, tapi lupa ada dampak etis yang ditimbulkan,” ungkap Undral.
Undral menyebutkan dokumen pedoman penggunaan AI tersebut akan disosialisasikan ke masyarakat luas, termasuk industri dan pemerintah.
“Kami harus sadar bahwa kami semua ini pengguna AI sehingga perlu ada aturan etika soal itu,” kata Undral. [WLC02]
Sumber: UGM, BRIN
Discussion about this post