Wanaloka.com – Selasa, 16 September 2025, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menyatakan pemerintah akan mempercepat pembangunan kawasan pangan, energi dan air nasional di Wanam, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Selatan. Pemerintah menargetkan total pembebasan lahan untuk swasembada pangan, energi dan air di Merauke mencapai satu juta hektare. Perubahan tata ruang dan Hak Guna Usaha, dan lain yang diperlukan akan diselesaikan.
“Dan yang sudah ada tata ruangnya, laporan menteri kehutanan ada 481.000 hektare,” kata Zulkifli.
Penjelasan terkait kemudahan dan percepatan proyek dengan alih fungsi kawasan hutan dalam skala luas tersebut dinilai Direktur Eksekutif Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Franky Samperante adalah wujud kesewenang-wenangan penguasa (arbitrary power).
Baca juga: Menumbuhkan Cinta Lingkungan dalam Peringatan Hari Internasional Perdamaian
Baik dalam kebijakan serta tindakan negara untuk mengesahkan dan memberikan dukungan aktif terhadap korporasi dan operator proyek yang sedang mengembangkan Proyek Strategis Nasional (PSN) atas nama swasembada pangan dan energi di wilayah Kabupaten Merauke. Meskipun bertentangan dengan konstitusi UUD 1945, melanggar hak asasi manusia (HAM) dan prinsip keberlanjutan lingkungan hidup.
Sementara sebulan sebelumnya, pidato kenegaraan Presiden Prabowo Subianto dan penyataan di beberapa pertemuan menyampaikan ungkapan “serakahnomics”. Prabowo menyoroti keberadaan dan aktivitas bisnis korporasi yang dilandasi keserakahan, melakukan permainan manipulasi, tidak adil dan mendapatkan keuntungan dengan mengorbankan rakyat.
Ia juga menyebut mereka sebagai vampir ekonomi, parasit yang menghisap darah rakyat, untuk memperoleh sumber daya dalam jumlah yang berlebihan dan mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Pidato retorik presiden nampaknya keras dan hendak mengingatkan prinsip perekonomian sebagaimana Konstitusi UUD 1945 Pasal 33.
“Faktanya, PSN Merauke dilaksanakan tanpa ada konsultasi dan keterlibatan bermakna masyarakat adat terdampak untuk memberikan persetujuan bebas atas pengembangan proyek PSN itu di wilayah adat, yang sejalan dengan prinsip FPIC (Free Prior Informed Consent),” papar Franky dalam siaran tertulis tertanggal 22 September 2025.
Menurut Franky, PSN Merauke diterbitkan tanpa ada keterbukaan informasi dan keterlibatan masyarakat adat dalam perolehan perizinan-perizinan lingkungan hidup, pengalihan dan pemanfaatan hak atas tanah adat, perizinan usaha perkebunan dan hak guna usaha, dan sebagainya, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan PSN Merauke selama lebih dari satu tahun telah menimbulkan kontradiksi dan luka serius yang mencemaskan dan merugikan masyarakat adat korban, terjadi kekerasan dan pemaksaan, penghancuran dan penghilangan sumber pangan, mata pencaharian tradisional (traditional occupation), kerusakan lingkungan dan kehilangan hutan dengan ekosistem penting hingga belasan ribu hektar.
Baca juga: Kisah Kampus yang Kaya Habitat Satwa Liar dan Melestarikan Pohon 106 Tahun
Operator perusahaan pengembang Kawasan Sentra Produksi Pangan (KSPP) Merauke maupun operator perusahaan perkebunan tebu dan bioethanol, dengan dikawal aparat militer bersenjata telah menggusur dan menghancurkan hutan adat, rawa, savana, tempat-tempat keramat, tanpa memperdulikan hak dan suara keluhan rakyat, maupun keberlanjutan biodiversity yang bernilai konservasi tinggi.
“Kami mendokumentasikan sejak 2024 hingga Agustus 2025. PSN Merauke telah merusak dan menghilangkan kawasan hutan seluas lebih dari 19.000 hektar,” ungkap dia.







Discussion about this post