Wanaloka.com – Wahana Lingkungan hidup (Walhi) menengarai penemuan limbah radioaktif yang berasal dari aktivitas peleburan logam di kawasan industri modern di Cikande, Kabupaten Serang, Banten memiliki kemiripan dengan kasus Batan Indah tahun 2020. Kedua kasus sama-sama diketahui dari ketidaksengajaan dalam proses pemeriksaan menggunakan detektor radioaktif.
Pada kasus 2020, pembuangan limbah Cesium-137 secara ilegal terjadi di kawasan Batan Indah. Pasca kejadian tersebut, tidak ada kejelasan mengenai keberadaan casing dari Cesium-137, apakah telah dibuang dengan benar atau justru masuk ke dalam rantai industri peleburan logam. Umumnya, Cesium-137 disimpan dalam casing inti berbahan timbal, dilapisi dengan casing tambahan di bagian luar.
Dalam kasus terbaru, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) mendeteksi keberadaan radioaktif dalam produk udang. Setelah dilakukan penelusuran, udang tercemar tersebut diketahui berasal dari Indonesia.
Investigasi lanjutan di Indonesia menunjukkan sumber cemaran bukan berasal dari aktivitas budidaya udang, melainkan dari pabrik peleburan logam yang berlokasi di sekitar fasilitas pengemasan udang. Meski peleburan logam menjadi sumber utama, asal logam yang dilebur yang mengandung radioaktif, belum dapat dipastikan, apakah berasal dari dalam negeri atau dari luar negeri.
Baca juga: Meteor Jatuh ke Bumi, Bukti Ruang Angkasa Tak Sekosong dan Setenang Dibayangkan
Cesium-137 sendiri merupakan isotop radioaktif yang lazim digunakan berbagai industri di Indonesia untuk keperluan pengukuran.
Dalam kasus Cikande, industri peleburan logam di wilayah tersebut diketahui menerima logam bekas dari berbagai sumber, termasuk impor. Hingga saat ini, penelusuran asal logam terkontaminasi belum membuahkan hasil. Sementara penelusuran terhadap sebaran pencemaran telah menemukan sejumlah lokasi dengan tingkat radioaktif tinggi, termasuk di luar wilayah Cikande.
“Penyebaran cemaran di luar kawasan industri peleburan berlangsung tanpa kendali. Bahkan, tingkat radioaktif sangat tinggi ditemukan di lokasi-lokasi reklamasi dan timbunan,” kata Manajer Kampanye Infrastruktur dan Tata Ruang Walhi, Dwi Sawung.
Walhi menengarai pencemaran ini dampak kebijakan dalam UU Omnibus Law bidang ketenagakerjaan, khususnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, bagian Lampiran XIV yang menghapus slag peleburan besi dari daftar limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3). Pelepasan slag dari daftar limbah B3 menyebabkan pencemaran radioaktif sulit ditelusuri dan sangat mahal untuk dibersihkan.
“Walhi telah mengingatkan pemerintah mengenai potensi pencemaran luas akibat pelonggaran tersebut,” imbuh Dwi.
Baca juga: Mindful Consumption Mencegah Perilaku Menyisakan Makanan Menjadi Sampah
Di sisi lain, Walhi juga telah memperingatkan pemerintah agar melarang atau setidaknya mengawasi secara ketat impor bahan baku industri berupa limbah atau sampah sejenis. Impor limbah atau sampah sangat rentan disusupi material atau bahan-bahan yang sebenarnya dilarang untuk masuk.
Tidak hanya terjadi pada impor scrap metal, tetapi juga pada limbah elektronik bekas, kertas bekas, dan plastik bekas yang disusupi bahan terlarang. Pada September 2025, sempat terdeteksi masuknya limbah terlarang melalui impor elektronik bekas di Pelabuhan Batu Ampar, Batam.
“Walhi meminta pemerintah untuk menghentikan impor sampah ataupun limbah dari luar negeri dan melakukan pengawasan ketat untuk impor bahan baku industri tertentu,” tegas Dwi.
Walhi juga meminta pemerintah merevisi PP Nomor 22 Tahun 2021 dengan membatalkan pencabutan daftar B3 dalam lampiran XIV. Kekhawatiran Walhi terbukti dengan ditemukannya slag yang terkontaminasi radioaktif tersebar tidak terkendali.
Walhi juga meminta dilakukan penelitian epidemiologi terhadap mereka yang beraktifitas ataupun tinggal dengan pusat cemaran radioaktif tersebut.
Baca juga: Serangan Hama Sebabkan Potensi Produk Pertanian Hilang Sebelum Dikonsumsi Capai 50 Persen
Dekontaminasi Cesium-137 diklaim terkendali
Menyikapi keresahan masyarakat, Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Kerawanan Bahaya Radiasi Radionuklida Cesium-137 (Cs-137) mengklaim penanganan kontaminasi di kawasan industri modern Cikande berjalan intensif, terkendali, dan terkoordinasi dengan baik.
“Kami memahami kekhawatiran masyarakat dan ingin menegaskan situasi saat ini sepenuhnya terkendali. Satgas bekerja dengan penuh komitmen dan terukur untuk memastikan keselamatan serta kesehatan masyarakat tetap terlindungi,” kata Menteri Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), selaku Ketua Harian Satgas, Hanif Faisol Nurofiq di Cikande, Jumat, 17 Oktobeer 2025.
Sejak ditemukan indikasi kontaminasi radiasi Cesium-137 di kawasan tersebut, pemerintah mengambil Langkah-langkah mencakup penegakan hukum, dekontaminasi teknis, serta edukasi publik. Upaya tersebut diklaim telah dilaksanakan dengan berpegang pada prinsip kehati-hatian, standar keselamatan radiasi, dan ketentuan hukum yang berlaku.
Langkah awal penanganan Cs-137 dilakukan melalui pemetaan paparan berbasis ilmiah menjadi beberapa zona. Untuk memastikan pemetaan kawasan terdampak secara menyeluruh, tim gabungan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), dan Kimia, Biologi, Radioaktif dan Nuklir (KBRN) Brimob Polri melakukan survei dengan radius 2 hingga 5 kilometer dari pusat radiasi.
Baca juga: Catatan Kritis Walhi Satu Tahun Kebijakan Lingkungan Prabowo-Gibran: Kartu Merah!
Pemetaan dilengkapi dengan pengambilan sampel tanah, air sumur, tanaman, sedimen sungai, dan sedimen danau dengan memperhitungkan arah angin, demografi dan pergerakan masyarakat. Juga melokalisir lokasi terpapar radiasi Cs-137 secara ketat dan memasang tanda bahaya radiasi yang jelas.
Pemerintah menargetkan proses dekontaminasi selesai pada Desember 2025, termasuk di area industri dan pabrik yang teridentifikasi. Langkah ini diawali dengan tindakan dekontaminasi di 10 titik utama yang terdeteksi, dengan target penyelesaian bertahap dalam waktu satu bulan.
Dekontaminasi di bawah Tim Satgas Bidang I (satu) Mitigasi dan Penanganan Kontaminasi Sumber Radiasi yang dipimpin Deputi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLH/BPLH Rasio Ridho Sani terus dilakukan di lokasi yang terdeteksi paparan radioaktif serta menyiapkan bangunan interim storage limbah terpapar radiasi Cs-137 sesuai standar.
Dekontaminasi material sumber paparan radiasi dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan yang terdeteksi terpapar Cs-137 di atas background lingkungan, seperti di Lokasi F dan Lokasi E. Dalam dua hari, tim telah melakukan dekontaminasi empat kegiatan usaha di sana. Di Lokasi E, tim telah memasang tanda bahaya radiasi setelah hasil pengukuran menunjukkan laju radiasi lebih dari 500 µSv/jam.
Hanif meninjau pos pemantauan kendaraan keluar-masuk kawasan yang dioperasikan Tim Gegana Brimob untuk mendeteksi potensi paparan radiasi, Selasa, 7 Oktober 2025. Dalam kunjungan tersebut, Hanif turut menyegel satu lokasi baru yang terdeteksi paparan Cs-137. Ia juga melakukan sosialisasi kepada warga Desa Nambo Udik, Cikande mengenai bahaya cemaran radioaktif terhadap kesehatan masyarakat.
Baca juga: MK Batalkan Sanksi Bagi Masyarakat yang Berkebun di Hutan Tanpa Tujuan Komersial
“Tugas kita bukan hanya mengatasi kontaminasi fisik, tetapi juga membangun pondasi regulasi yang kuat agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan,” ujar Hanif apel kesiapsiagaan di Mako Polsek Cikande, Kabupaten Serang, Senin, 13 Oktober 2025.
Hingga saat ini, dari total 22 pabrik yang sempat terindikasi terkontaminasi, 20 di antaranya sudah selesai dilakukan dekontaminasi dan dinyatakan “clear and clean”. Dua pabrik lainnya masih dalam proses dekontaminasi dan diharapkan dapat segera diselesaikan.
Selain itu, dari 13 area non-industri seperti lapak besi dan tempat barang rongsokan (junkyard) yang terdampak, dua lokasi sudah dinyatakan bersih dan aman. Sisanya masih menjalani proses pembersihan secara intensif.







Discussion about this post