Untuk menanggulangi kekurangan air akibat perubahan iklim dan fenomena iklim diperlukan cara adaptasi agar sumberdaya air selalu tersedia pada berbagai kondisi. Salah satu caranya adalah membuat tampungan air hujan. Untuk menentukan lokasi tampungan yang sesuai perlu dilakukan studi. Ada enam kriteria yang ditetapkan FAO dalam melakukan konservasi sumber daya air.
Kriteria tersebut adalah curah hujan, kemiringan lereng, elevasi, debit kerapatan drainase dan tutupan lahan. Pada studi ini dilakukan beberapa modifikasi kriteria yang disesuaikan dengan kondisi di Pulau Bintan. Sebelum kriteria digunakan harus melalui Uji Multikolinearitas. Jika lolos uji tersebut, maka proses penentuan lokasi yang sesuai bisa dilanjutkan. Apabila tidak lolos harus dicari kriteria lainnya.
Baca Juga: Bencana Terorganisir di Halmahera, Habis Tambang Menggusur Hutan Terbitlah Banjir
Setelah lolos dari uji multikolinearitas, penentuan wilayah yang sesuai untuk tampungan bisa dilanjutkan melalui metode pembobotan dan keputusan multi kriteria. Hasil dari metode adalah ditentukan wilayah yang paling sesuai untuk membangun tampungan air, di mana air akan selalu bisa ditampung meskipun dalam kondisi iklim ekstrim. Metode ini bisa digunakan dalam evaluasi embung-embung yang sudah dibangun saat ini.
Pada akhir paparannya, Ida menyebutkan untuk mengatasi defisit sumberdaya air akibat perubahan iklim, fenomena iklim dan peningkatan kebutuhan air, perlu dibangun tampungan air (embung/ reservoir dan guludan kontur) di wilayah Gunung Kijang, dan Toapaya. Wilayah paling optimal penampungan air hujan adalah di DAS kawal, wilayah Gunung Kijang.
Pemilihan lokasi tampungan dioptimasi berdasarkan skenario paling buruk, dimana status ketersediaan sumberdaya air terendah, keterpenuhan ketersediaan air (mempertimbangkan iklim) terendah, debit terendah (saat fenomena iklim), tutupan lahan, kemiringan, elevasi dan kerapatan sungai.
Baca Juga: 13 Geosite di Kebumen Diajukan KNIU Menjadi Geopark Global UNESCO
Ida menyimpulkan Pulau Bintan mengalami penurunan curah hujan rata-rata tahunan sebesar 15 persen dan penurunan curah hujan rata-rata musiman antara 10-25 persen. Skenario tutupan lahan tahun 2022 dan proyeksi iklim RCP 4.5 menurunkan suplai air sebesar 32,7 persen, sementara RCP 8.5 menaikkannya sebesar 5,9 persen.
Perubahan iklim yang didasarkan pada dua skenario tersebut menurunkan indeks keterpenuhan air dan meningkatkan defisit air. Selain perubahan iklim, El-Nino dan IOD+ perlu di waspadai karena saat tahun El-Nino dan IOD+, menyebabkan suplai air akan menurun sangat drastis. [WLC02]
Sumber: BRIN
Discussion about this post