Wanaloka.com – Guna memenuhi target Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) untuk mengurangi emisi hingga 31,89 persen tanpa syarat dan 43,20 persen dengan dukungan internasional pada 2030, dibutuhkan suatu legislasi. Dan legislasi itu mengatur tata kelola perubahan iklim lintas sektor secara komprehensif serta mengedepankan pendekatan kebijakan yang berasas keadilan iklim.
Upaya memperkenalkan legislasi terkait perubahan iklim membuahkan hasil setelah usulan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengelolaan Perubahan Iklim disertakan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Perubahan pada September 2022.
“Pada September 2023, RUU tersebut masuk ke dalam daftar Prolegnas Prioritas,” kata Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR Putu Supadma Rudana dalam acara seminar bertema “Arah Pengaturan Perubahan Iklim” di Jakarta, Selasa, 7 Mei 2024 lalu.
Baca Juga: Banjir dan Longsor Luwu, Operasi Udara Evakuasi Warga Sakit dan Pasok Logistik
Aturan itu diperlukan, menurut Putu karena perubahan iklim terus menjadi ancaman nyata bagi keberlangsungan kehidupan dan alam di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Perubahan iklim tidak hanya menimbulkan kerugian fisik (ekologis), tetapi juga ekonomi.
RUU tersebut lahir juga karena isu perubahan iklim dan komponen-komponen terkait selama ini telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Beberapa di antaranya termasuk UU tentang Pengesahan Paris Agreement to the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), UU tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU tentang Cipta Kerja, UU tentang Kehutanan, serta sejumlah peraturan presiden (Perpres).
Namun beragam regulasi ini memiliki beberapa kelemahan. Misalnya, mereka tidak langsung mengatur kewajiban tiap sektor terkait dalam pengurangan emisi GRK dan peran pemerintah daerah dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Baca Juga: Iskandar Lubis, Perlu Analisa Produksi Padi di Tengah Ancaman Perubahan Iklim
Isu perubahan iklim juga telah diadopsi menjadi salah satu prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024. RPJMN itu menggarisbawahi agar pembangunan nasional memperhatikan daya dukung sumber daya alam, daya tampung lingkungan hidup, kerentanan bencana, dan perubahan iklim.
Dalam rangka mengurangi dampak perubahan iklim, pemerintah telah berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) dengan menetapkan target dan komitmen dalam dokumen ENDC.
“Namun proses diskusi lintas fraksi dan Komisi DPR serta konsultasi dengan sejumlah pakar dan puluhan organisasi masyarakat sipil yang panjang mengindikasikan adanya kekhawatiran bahwa legislasi pengelolaan perubahan iklim hanya bersifat normatif dan tidak mampu mengurai persoalan di lapangan untuk mewujudkan keadilan yang nyata,” ungkap Putu.
Baca Juga: Korban Longsor di Kelok Bento Padang Ditemukan Selamat
Discussion about this post