Wanaloka.com – Danau, baik alami maupun buatan, menyediakan 87 persen dari air tawar di permukaan bumi dan merupakan sumber signifikan bagi layanan ekosistem, termasuk penyediaan air untuk konsumsi manusia, kesehatan, pangan, dan energi terbarukan. Danau juga memainkan peran penting dalam siklus makanan, pemurnian air, iklim, keanekaragaman hayati, serta mendukung kegiatan rekreasi dan tradisional.
Persoalannya, danau yang menjadi ekosistem lahan basah yang unik dan bernilai tinggi sangat rentan terhadap tekanan di sekitarnya.
“Indonesia menyerukan kepada seluruh pemangku kepentingan untuk melakukan upaya penyelamatan ekosistem peraian danau,” kata Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Alue Dohong yang membacakan pidato sambutan Menteri LHK dalam salah satu High-Level Panel World Water Forum (WWF) ke-10 bertajuk “Seruan Mendesak untuk Menyelamatkan Danau Kita: Mempromosikan Agenda Global dan Upaya Kolaboratif untuk Pengelolaan Danau Berkelanjutan, serta Meningkatkan Momentum Hari Danau Sedunia” di Bali pada 21 Mei 2024.
Baca Juga: Teknologi Memanen Air Hujan dan Restorasi Sungai UGM Atasi Krisis Air
Kementerian LHK juga menyoroti pentingnya menjaga ekosistem danau untuk mengatasi ancaman bencana terkait air, tantangan lingkungan global seperti perubahan iklim, polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Juga mendukung pencapaian Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030, terutama tujuan 6 yang menjamin ketersediaan dan pengelolaan air serta sanitasi yang berkelanjutan untuk semua.
“Tujuan 6 belum berada di jalur yang tepat untuk mencapai target tahun 2030. Volume danau air tawar juga dilaporkan menurun hingga setengahnya. Dan lebih dari setengah danau terbesar di dunia mengalami penyusutan akibat tekanan besar dari penggunaan air dan cekungan yang berlebihan serta krisis iklim,” papar Alue.
Untuk mengatasi tantangan ini, Kementerian LHK mengklaim banyak negara, termasuk Indonesia, telah memulai ana uk nasional untuk menyelamatkan ekosistem danau sejak tahun 2009. Gerakan itu berupa pembentukan kebijakan, pedoman, dan rencana aksi untuk menyelamatkan danau-danau prioritas. Kementerian LHK mengapresiasi UNEP atas dukungan penuh dalam mengangkat manajemen ana uke agenda global, serta berbagai upaya lain yang telah dilakukan untuk meningkatkan kesadaran dan pentingnya manajemen danau berkelanjutan.
Baca Juga: Geomimo BRIN untuk Pengelolaan Sumber Daya Air dan Penanggulangan Bencana
Adopsi Resolusi UNEA 5/4 tentang Manajemen Danau Berkelanjutan pada 2 Maret 2022 menjadi tonggak penting dalam manajemen danau secara global. Ia menekankan manajemen danau yang berkelanjutan harus menjadi komponen integral dalam menyeimbangkan perlindungan lingkungan dan pembangunan ekonomi.
Butuh Kolaborasi Lintas Sektor
Dalam gelaran WWF ke-10, berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan side event. Salah satunya adalah berbagi pemikiran dan hasil riset dan inovasi terkait berbagai isu penting dalam upaya menyelamatkan ekosistem perairan danau.
Merespons seruan pemerintah terkait penyelamatan ekosistem peraian danau, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Limnologi Sumber Daya Air dan Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi berbagi pemikiran dan hasil riset dan inovasi terkait hal itu dalam Side Ivent 11: Sharing of Knowledge, Spirit and Action on Sustaninabel Lake Management di Nusa Dua Bali pada 22 Mei 2025.
Baca Juga: Jokowi Klaim Bendungan Jadi Solusi Krisis Air, Walhi Ingatkan Kasus Wadas
“Semua stakeholder danau perlu menyamakan persepsi, duduk bersama untuk mencari kesepakatan terkait manajemen danau. Kami perlu duduk bersama, memiliki arah dan target yang sama dalam satu tujuan yang sama,” kata Pusat Riset Limnologi Sumber Daya Air BRIN, Arianto Budi Santoso.
Tiap-tiap danau memiliki karakteristik yang berbeda. Antara danau yang satu dengan danau lainnya memiliki permasalahan yang khas. Permasalahan danau tidak hanya terkait teknis danau. Juga masalah sosial ekonomi, sehingga membutuhkan kolaborasi dengan pihak terkait dari berbagai disiplin keilmuan.
Baca Juga: Dwikorita Karnawati, Sistem Peringatan Dini untuk Semua Masih Timpang
Langkah awal, para pihak terkait duduk bersama untuk membahas bagaimana menyampaikan informasi ke seluruh lapisan masyarakat. Tidak hanya dari sudut pandang pihak tertentu, tetapi juga dari perspektif masyarakat. Kemudian, dirumuskan benang merah pesan yang ingin disampaikan.
Langkah berikutnya adalah menghitung dan memproyeksikan target pengolahan data yang akan dilakukan. Dari target yang dicapai itu diturunkan dalam bentuk aksi konkret, termasuk menentukan anggaran yang dibutuhkan.
Peneliti Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN Titiek Setyawati menambahkan, tantangan pertama terkait danau adalah data. Sebab informasi yang ada masih tersebar. Kedua, pengembangan sebuah tool atau perangkat yang dapat membantu pemerintah dalam mendeteksi tingkat kerusakan danau untuk menentukan sejauh apa restorasi harus dilakukan dan berapa biaya yang di perlukan. Biaya restorasi tergantung dari besar kecilnya tingkat kerusakan, di samping juga tipikal danau yang berbeda-beda, dan permasalahan masing-masing danau yang berbeda pula.
Discussion about this post