Baca juga: Kritik Izin Tambang untuk Kampus, DPR Janjikan Tampung Aspirasi Publik
Teaching Factory ini dapat menjadi sarana pembelajaran langsung bagi mahasiswa dan masyarakat dalam memahami praktik pertambangan yang baik dan berkelanjutan.
“Jika terjadi dinamika di lapangan pada masa depan, maka nama ITB dapat ikut terdampak,” ujar dia.
Menurut dia, ITB perlu memastikan bahwa keberpihakan terhadap RUU ini mempertimbangkan aspek teknis maupun non-teknis. Dosen dan tenaga pengajar di ITB juga harus tetap mampu menjalankan tugas utama mereka dalam pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat tanpa hambatan yang signifikan akibat keterlibatan dalam izin usaha pertambangan ini.
Baca juga: Walhi Gelar Fellowship Jurnalis tentang Krisis Lingkungan di Pesisir Jawa Tengah
Sementara Tatacipta menekankan pentingnya mengambil keputusan yang bijak dan komprehensif terkait pengelolaan tambang. Ia mengajak seluruh sivitas akademika ITB untuk terlibat aktif dalam memberikan masukan dan solusi.
Ia pun mengingatkan, sebelum mengambil keputusan terkait pertambangan, diperlukan studi kelayakan yang komprehensif untuk menilai potensi serta risiko yang mungkin timbul. Selain itu, perguruan tinggi perlu menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah, industri, dan masyarakat, guna memastikan keberhasilan proyek.
Di samping itu, penguatan kapasitas sumber daya manusia juga menjadi hal yang krusial agar perguruan tinggi mampu mengelola pertambangan secara profesional.
Baca juga: Bencana Hidrometeorologi Pekan Terakhir Januari, 5 Tewas dan 1 Hilang
Diskusi yang digelar oleh ITB ini menunjukkan pentingnya persiapan yang matang jika ingin mengelola tambang. Perguruan tinggi perlu mempertimbangkan berbagai aspek, mulai dari teknis, finansial, hingga lingkungan. Selain itu, diperlukan juga kolaborasi lintas disiplin untuk memastikan keberhasilan pengelolaan tambang.
Hasil diskusi ini akan dirumuskan menjadi rekomendasi resmi dari ITB yang akan disampaikan kepada pihak terkait. Keputusan ITB nantinya diharapkan dapat menjadi rujukan bagi perguruan tinggi lainnya dalam menyikapi regulasi tersebut.
Potensial moral hazard
Perguruan tinggi saat ini mempunyai peluang untuk ikut mengelola tambang, menyusul ormas keagamaan yang sebelumnya di beri izin untuk mengelola tambang. Usulan ini muncul dalam revisi Undang-Undang (UU) Minerba yang sedang dibahas di DPR. Baleg DPR RI memasukkan usulan agar perguruan tinggi dan UMKM diberi izin kelola tambang. Revisi UU Minerba ini disahkan sebagai usulan inisiatif DPR.
Baca juga: Bencana Hidrometeorologi Ancam Jawa Tengah Hingga Februari 2025
Guru Besar Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol UGM Prof. Gabriel Lele mengatakan sebaiknya kampus tidak membuka ruang untuk mendapat izin usaha pertambangan. Meski kampus tersebut sudah memiliki jurusan pertambangan dan berpotensi besar mendapat ladang sebagai lokasi laboratorium lapangan untuk mempraktikkan keilmuan dan teknologi terkini.
“Pemberian izin tambang ini sebagai bentuk korporatisasi atau lebih tepatnya bentuk korporatisme baru di lingkungan kampus,” ujar dia, Sabtu, 1 Februari 2025.
Lebih jauh Gabriel menjelaskan korporatisme ini sebagai strategi negara untuk menutup kelompok-kelompok di luar negara, termasuk masyarakat sipil seperti kampus memberikan privilege, namun syaratnya suara-suara kritis itu tidak boleh disampaikan.
Baca juga: Gempa Darat 6,1 Magnitudo di Parigi Moutong Sulawesi Tengah
“Saya justru melihat bahwa hal ini juga merupakan bentuk pembungkaman suara kritis kampus secara halus,” kata dia.
Bagi Gabriel, selama ini kampus selalu diminta masukan terkait perumusan kebijakan atau revisi undang-undang. Namun adanya pemberian izin tambang ini, justru memberikan dampak negatif lebih besar.
“Ada potensi korupsi atau paling tidak moral hazard, jika kampus diberi hak mengelola tambang,” kata dia.
Baca juga: Banjir dan Tanah Longsor di Mamuju, 4 Tewas dan 6 Luka-luka
Sebab, ketika kampus terjun ke dalam pengelolaan tambang, logika yang digunakan tidak hanya semata-mata logika akademik. Sebaliknya kampus harus menggunakan logika bisnis untuk hitung-hitungan untung dan rugi.
“Lagi-lagi logika bisnis yang dipakai,” terang dia.
Terlepas dari pro-kontra kampus mengelola tambang, menurut dia kampus perlu berembuk untuk satu suara menyampaikan masukan kepada pemerintah dan DPR.
“Kalau ikut misalnya, ya menerima tawaran itu, apa saja yang harus diperhatikan. Kalau tidak ikut, kemudian apa plus minusnya. Jadi yang disebut dengan identifikasi dan manajemen risiko itu harus dilakukan karena itu prinsip dasar dalam setiap kebijakan. Sebab tidak ada satupun kebijakan yang bebas risiko,” imbuh dia. [WLC02]
Discussion about this post