Pertama, mekanisme konsinyasi adalah bentuk intimidasi dan cara kotor negara untuk
mengambil paksa tanah rakyat atas nama pembangunan.
“Kami mendukung sikap warga Desa Wadas untuk menolak dengan tegas mekanisme
konsinyasi tersebut,” ucap narahubung Sadewa, Syukron Salam.
Kedua, mekanisme konsinyasi untuk kegiatan pertambangan, tidak termasuk dalam
objek peruntukan pembangunan untuk kepentingan umum. Atas dasar itu, upaya konsinyasi harus dilawan untuk mempertahankan ruang hidup warga Desa Wadas sebagaimana diatur dalam UU Desa 6 Tahun 2014.
Baca Juga: Dokter Pendaki Serukan Kesadaran Publik Soal Keselamatan Pendakian
Ketiga, menyerukan kepada para akademisi agar berhenti diperalat oleh kekuasaan. Akademisi harus berdiri bersama barisan rakyat sebagai intelektual publik, bukan justru menjadi stempel kebijakan pemerintah.
“Percuma pandai, jika kepandaian itu tidak digunakan untuk melakukan pembelaan terhadap bumi
dan seluruh isinya,” tegas Syukron dari Universitas Negeri Semarang (Unes).
Setidaknya ada 80 akademisi yang bersolidaritas dalam Sadewa dari berbagai perguruan tinggi maupun institusi di Tanah Air. Sejumlah nama populer yang bergabung seperti mantan Pimpinan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas yang mewakili PPM Muhammadiyah dan Bambang Widjojanto mewakili Universitas Darussalam Gontor Ponorogo, Herlambang P. Wiratraman (Universitas Gadjah Mada), mantan Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki yang mewakili Universitas Islam Indonesia (UII), serta Bivitri Susanti, Haris Azhar dan Asfinawati yang mewakili STHI Jentera Jakarta.
Baca Juga: Dua Gempa di Laut Banda Maluku Dirasakan Hingga Skala IV MMI
Keempat, meminta kepada Komnas HAM agar mendesak pemerintah untuk menghentikan segala bentuk intimidasi terhadap warga Desa Wadas. Negara harus menghargai sikap warga yang menolak melepaskan tanahnya demi mempertahankan ruang hidupnya. Mengingat sikap tersebut merupakan bentuk kewenangan lokal berskala desa dan merupakan asas rekognisi-subsidiaritas.
Kelima, menyerukan kepada seluruh kelompok masyarakat sipil (civil society organization) untuk memberikan solidaritas tanpa batas kepada warga Desa Wadas. Solidaritas ini adalah ujian kewarasan intelektual.
“Simbol perlawanan kami terhadap mekanisme dan praktik penyelenggaraan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang menindas rakyat,” ucap Syukron. [WLC02]
Discussion about this post