Wanaloka.com – Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin, mengungkap fenomena astronomi penting yang dikenal sebagai solstis utara atau summer solstice, yang terjadi setiap tahun pada tanggal 21 Juni. Fenomena ini merupakan titik balik penting dalam pergerakan semu tahunan matahari dan berdampak signifikan terhadap pola musim global, termasuk di Indonesia.
Apakah solstis utara itu?
Adalah momen ketika matahari mencapai posisi paling utara di langit Bumi. Peristiwa ini terjadi akibat kemiringan sumbu rotasi bumi saat mengelilingi matahari. Thomas menyebut bahwa sejak 22 Desember hingga 21 Juni, titik terbit dan terbenam matahari secara perlahan bergeser ke arah utara. Pada 21 Juni, matahari tampak ‘berhenti’ di titik paling utara sebelum kembali bergeser ke selatan.
Fenomena solstis merupakan hasil dari kemiringan 23,5 derajat sumbu rotasi Bumi. Saat Bumi mengorbit matahari, bisa terlihat pergeseran posisi terbit dan terbenam matahari.
Baca juga: Bersepeda, Kampanye Melawan Pencemar dan Merebut Kembali Langit Biru Indonesia
“Pada solstis utara, matahari mencapai titik paling utara di langit dan menjadi penanda penting dalam siklus musim,” jelas Thomas melalui pesan tertulis, Jumat, 20 Juni 2025.
Dampak dari fenomena ini cukup signifikan bagi kehidupan di Bumi. Di belahan Bumi utara seperti Eropa, Amerika Utara, dan Asia bagian utara, solstis utara menandai awal musim panas. Sementara di belahan Bumi Selatan menjadi penanda awal musim dingin.
“Sedangkan di Indonesia, fenomena tersebut menjadi penanda awal musim kemarau,” imbuh dia.
Baca juga: Baru 19 Persen Wilayah di Indonesia Memasuki Musim Kemarau
Menurut Thomas, perubahan posisi matahari menyebabkan pergeseran pemanasan Bumi yang memengaruhi arah angin dan pergerakan awan. Setelah solstis utara, angin secara umum mulai bertiup dari selatan ke utara.
“Angin ini mendorong pembentukan awan ke arah utara, sehingga Indonesia secara umum mulai memasuki musim kemarau,” terang dia.
Discussion about this post