Berdasarkan Sistem Informasi dan Data Gerakan Konservasi Bukit Barisan Selatan (Siger) tahun 2019-2023, intensitas interaksi negatif antara gajah sumatera dengan masyarakat di sekitar kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) meningkat. Di wilayah Kabupaten Lampung Barat terjadi interaksi negatif gajah-manusia sebanyak 35 kali, di Kabupaten Tanggamus sebanyak 28 kali, dan di Kabupaten Pesisir Barat terjadi interaksi negatif gajah-manusia sebanyak 14 kali.
Di Lampung Barat, sejak tanggal 14 Juli 2024 dilaporkan ada kelompok gajah liar di Pekon Sidorejo, Kecamatan Suoh, Lampung Barat. Mereka merusak kebun masyarakat. Gajah liar tersebut teridentifikasi sebagai kelompok gajah liar “Bunga-Lestari” dan kelompok “Jambul-Ramadhani” yang berjumlah sekitar 18 ekor.
Baca Juga: Anak Banteng Jantan Lahir di Taman Nasional Baluran
Kemudahan proses identifikasi karena pemasangan teknologi berupa dua unit Global Positioning System (GPS) collar (Satellite GPS/UHV collar for Elephant OGI, 13 D cells) pada dua individu gajah di dua kelompok. Pertama, satu individu gajah di kelompok gajah “Bunga-Lestari” yang berjumlah 12 ekor yang terpantau pergerakannya sejak 20 Mei 2022. Kedua, pada satu individu gajah di kelompok gajah “Jambul-Ramadhani” yang berjumlah 6 ekor yang terpantau pergerakannya sejak 29 Maret 2023.
Kedua kelompok gajah tersebut hanya bisa terpantau secara berkala hingga 16 April 2023. Sebab collar tersebut mengalami gangguan pada jaringan satelit OGI SAT. Upaya pemulihan jaringan oleh provider satelit, yaitu ORBCOMM belum berhasil dilakukan.
Balai Besar TNBBS berupaya untuk mendapatkan penggantian 2 unit GPS collar baru dari produsen Africa Wildlife Tracking (AWT) pada Desember 2023. Dan mendapat layanan satelit yang berbeda (Satellite IR SAT (GPS/UHF) collar for Elephant, Iridium, 8xD cells, LED, 2xD cells).
Baca Juga: Industri Batu Bara Sumatera Harus Beradaptasi Transisi Energi Berkelanjutan
Selanjutnya, Balai Besar TNBBS membentuk tim gabungan untuk pemasangan GPS collar baru dengan tujuan mengganti GPS collar yang sudah tidak berfungsi . Petugas teknis Balai Besar TNBBS yang tergabung dalam tim terdiri dari dokter hewan, polisi kehutanan, mahout (perawat gajah) dan petugas fungsional lainnya. Tim dipimpin Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah III Krui BPTN Wilayah II Liwa, Maris Feriyadi.
Tim gabungan tersebut berhasil memasang kembali satu unit GPS Collar pada salah satu gajah betina dewasa bernama Lestari dengan bobot berkisar 3019 – 3252 kg. Proses pemasangan GPS Collar hanya memakan waktu sekitar tujuh menit pada 19 Juli 2024 pukul 09.47 WIB.
Pemasangan dilakukan di kawasan Hutan Lindung Kotaagung Utara, Kecamatan Suoh, Lampung Barat. Proses pemasangan dengan pengawasan dokter hewan Balai Besar TNBBS, Erni Suyanti yang didahului dengan monitoring lokasi kelompok gajah liar, kemudian pembiusan terhadap gajah Lestari.
Baca Juga: Masyarakat Bisa Akses Dana Lingkungan untuk Aksi Iklim
Hasil pemantauan pergerakan gajah liar oleh Balai Besar TNBBS melalui data yang terkirim dari GPS collar baru yang telah terpasang, bahwa kelompok gajah Bunga-Lestari sejak 19 Juli 2024 hingga 25 Juli 2024 terpantau masih berada di kawasan Hutan Lindung Kotaagung Utara Reg. 39. Tepatnya di sekitar PLTA Way Semaka yang dikelola oleh PT Tanggamus Electric Power (TEP), Pekon Sidomulyo, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus.
“Pemasangan GPS Collar adalah salah satu upaya Balai Besar TNBBS dalam penanggulangan interaksi negatif satwa gajah dengan masyarakat di sekitar taman nasional,” kata Kepala Balai Besar TNBBS, Ismanto.
Ia berharap penanggulangan interaksi negatif antara gajah-manusia tersebut dilakukan secara kolaboratif dengan melibatkan peran aktif BKSDA Bengkulu, mitra, satgas tingkat pekon dan pemerintah daerah.
Baca Juga: Indonesia Serukan Transisi Energi Bersih Lewat Label Hemat Energi 7 Alat Elektronik
“Juga didukung dengan tersedianya peralatan mitigasi yang optimal sehingga dapat meminimalisir dampak yang ditimbulkan,” imbuh dia.
Pemasangan GPS Collar pada gajah merupakan sistem peringatan dini (early warning system) bagi Satgas Penanggulangan Konflik Satwa yang dibentuk berdasarkan Keputusan Gubernur Lampung dan Bupati Lampung Barat serta Satgas tingkat Pekon dan pihak terkait lainnya.
Fungsi lainnya, GPS collar sekaligus juga untuk memantau dan melindungi kelompok gajah dan habitatnya melalui pemantauan jalur jelajah dan estimasi wilayah jelajahnya. Sebab berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri LHK Nomor P.20 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, bahwa gajah adalah satwa yang dilindungi.
Baca Juga: Menteri Siti Sebut Hutan Gambut di Kawasan Leuser Utuh, FOLU Net Sink Diklaim Tercapai Sebelum 2030
Selain pemasangan GPS Collar, juga dilakukan tindakan medis meliputi koleksi sampel darah untuk keperluan pemeriksaan kesehatan secara umum, identifikasi individu dengan uji Deoxyribonucleic acid (DNA), pemeriksaan hormonal, penyuntikan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder pada luka bekas tembak bius.
Juga penyuntikan suplemen untuk penguat metabolisme, stamina satwa, dan mengurangi stress, serta morfometri untuk estimasi berat badan dan penilaian Body Condition Index Score sebelum gajah disadarkan kembali dari pengaruh obat bius dengan penyuntikan antidote. [WLC02]
Sumber: SIEJ, KSDAE KLHK
Discussion about this post