Baca Juga: Kapal Medis Angkatan Laut Cina Beroperasi, Ini Ketentuannya
Represifitas negara yang terjadi saat pesta elit G20 dinilai Gerak Rakyat menjadi bukti kuat, bahwa
demokrasi di Indonesia yang dijamin konstitusi semakin bergerak mundur. Presidensi G20 bukan sarana untuk pemulihan masyarakat, perempuan miskin kota, petani, buruh migran, perempuan marginal yang selama ini terhimpit oleh investasi yang merusak lingkungan hidup.
Ratusan miliar uang negara habis digelontorkan untuk mengamankan kekayaan para pemimpin negara yang memiliki banyak masalah hak asasi manusia di negaranya.
Baca Juga: Serba Serbi KTT G20, BRIN Siapkan ‘Pawang Hujan’
“Kami mendorong demokratisasi energi yang tidak pernah jelas pengelolaannya dan rencananya oleh pemerintah. Sumber daya yang vital bagi rakyat berada di bawah penguasaan negara. Tapi kami lihat bagaimana pengadaan energi begitu korup. Ia merusak alam dan diprotes dimana-mana dan merusak ruang hidup rakyat. Banyak proyek transisi energi dan solusi palsu yang ternyata malah mendorong perusakan alam, air, polusi, juga memiskinkan rakyat,” ujar Arip Yogiawan, Kepala Kampanye dan Pelibatan Publik dari Trend Asia.
Bahkan bukan rakyat yang difasilitasi untuk recover oleh negara. Bukan pula perempuan yang
kesulitan mengakses air bersih, kesehatan, dan pelayanan publik.
Baca Juga: Tiga Orang Meninggal Dunia Tertimbun Longsor di Pesisir Barat Lampung
“G20 adalah forum untuk investor yang memanfaatkan pandemi, krisis iklim, dan lainnya untuk
memperkaya diri. G20 terus bicara tentang ‘investasi’ terhadap perempuan, tapi mereka tidak mengakui ada ketimpangan sistemik yang menghalangi kesetaraan. Mereka menutupi fakta bahwa ada masalah sistemik dan mengajukan solusi-solusi palsu. Perempuan yang berdiskusi dan menyampaikan aspirasinya justru diteror, dibuntuti, dan dipantau sepanjang perhelatan KTT G20. Kita kembali ke era otoriter,” kata Arie Kurniawati dari Solidaritas Perempuan. [WLC02]
Discussion about this post