“Dalam peristiwa ini, kedua unsur tersebut sama sekali tidak terpenuhi. Karena yang dilakukan oleh warga adalah pemberitaan mengenai situasi nyata yang terjadi secara real time,” kata salah satu narahubung koalisi, Ade Wahyudin dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Jakarta dalam siaran pers tertanggal 10 Februari 2022.
Informasi yang disebarkan juga bukan untuk menimbulkan keonaran. Melainkan bentuk pemberitaan dan pertolongan kepada publik atas peristiwa kekerasan yang terjadi kepada warga sipil di Wadas.
Baca Juga: Walhi Yogyakarta Desak Kapolri Beri Perhatian Peristiwa di Desa Wadas
Koalisi menilai penggunaan dua pasal dari dua undang-undang itu sebagai dasar penangkapan warga merupakan upaya negara untuk membungkam dan mengancam warga yang menjalankan protes secara damai dan membela hak asasinya.
Koalisi Serius Revisi UU ITE mendesak polisi untuk menghentikan proses penyelidikan atas tiga warga Wadas dengan segera dan tanpa syarat. Serta mendesak DPR RI bekerja sama dengan pemerintah untuk memperbaiki segera pasal-pasal bermasalah dalam UU ITE, termasuk Pasal 28 ayat (2) UU ITE. Sehingga tidak terus-menerus disalahgunakan untuk memidana publik yang menggunakan media sosial untuk menyampaikan protes secara damai.
Koalisi Serius Revisi UU ITE terdiri dari 25 lembaga yang memperjuangkan revisi UU ITE, meliputi Amnesty International Indonesia, Aliansi Jurnalis Independen, ELSAM, Greenpeace Indonesia, ICJR, ICW, IJRS, Imparsial, Koalisi Perempuan Indonesia, Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi (KPJKB) Makassar, KontraS, LBH Apik Jakarta, LBH Jakarta, LBH Masyarakat, LBH Pers Jakarta, LeIP, Paguyuban Korban UU ITE (PAKU ITE), PBHI, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), PUSKAPA UI, Remotivi, Rumah Cemara, Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Yayasan LBH Indonesia (YLBHI), Yayasan Perlindungan Insani (Protection International). [WLC02]
Discussion about this post