Ia pernah lama tinggal di Kalimantan Timur. Selain itu, Jatam sudah banyak mengadvokasi kasus-kasus tambang. Pengalaman yang tidak bisa ia lupakan adalah melihat bagaimana kegiatan pertambangan benar-benar merusak lingkungan.
Baca Juga: Kementerian ESDM Janjikan Pengembangan Geopark untuk Konservasi Warisan Geologi
“Bayangkan, untuk mencari satu gram emas saja, butuh lebih dari 100 liter air. Dampaknya, warga di sekitar lingkungan tambang sangat sulit untuk mendapatkan air bersih karena akan dikooptasi perusahaan tambang. Bahkan hasilnya pun tidak jarang akan mencemari air tersebut. Bukan hanya itu, kegiatan pertambangan juga seringkali menimbulkan gas beracun yang membuat udara sekitarnya tidak sehat,” jelas Hema.
Sejalan dengan Hema, sebagai salah satu Pemohon yang merupakan warga asli Kalimantan Timur, Mareta Sari menerangkan ia menyaksikan langsung bagaimana kegiatan pertambangan telah mengakibatkan banyak kerugian bagi kampung halamannya.
Dampak kegiatan pertambangan telah mengakibatkan pencemaran lingkungan, khususnya sumber air bersih di kampung-kampung yang tidak jauh letaknya dari tambang. Jika warga berusaha menolak tambang dan memprotes kegiatannya, maka tidak jarang mereka akan dikriminalisasi.
Baca Juga: Mengenal Bulan Mini yang Mengelilingi Bumi pada 25 dan 29 September 2024
Tambang juga memicu konflik sosial dalam Masyarakat. Keikutsertaan ormas keagamaan dalam kegiatan tambang hanya akan memperburuk konflik itu.
“Jika sebelumnya saya yang menolak tambang berhadapan dengan aparat dan pejabat ESDM, maka kali ini saya harus berhadapan dengan tetangga saya yang merupakan anggota dari ormas keagamaan itu. Jadi pemberian izin pertambangan pada ormas keagamaan, bukan tidak mungkin konflik agraria yang disertai kriminalisasi akan sering terjadi dan semakin menjadi rumit,” imbuh Mareta.
Tim Advokasi Tolak Tambang meminta ormas keagamaan tidak ikut serta terlibat dalam kegiatan bisnis pertambangan. Serta berharap ormas keagamaan kembali pada tujuan semula masing-masing ormas, yakni untuk mensejahterakan ummat-nya melalui bidang kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial,
Baca Juga: Tak Hanya Megathrust, Pakar Ingatkan Warga Waspada Sesar Aktif di Daratan
Rencananya, permohonan ke MA akan diajukan pada 1 Oktober 2024, bertepatan dengan Hari Kesaktian Pancasila. Enam belas pemohon tersebut meliputi Perkumpulan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional, Yayasan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nasional, Tren Asia, Perserikatan Solidaritas Perempuan, Perkumpulan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulawesi Tengah, Lembaga Naladwipa Instutute for Social and Cultural Studies.
Kemudian Wakil Sekretaris Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Kalimantan Timur Asman Aziz, Koordinator Forum Himpunan Kelompok Kerja-30 (FH Pokja 30) Buyung Marajo, Dewan Pengurus Wilayah Serikat Petani Indonesia Kalimantan Selatan Dwi Putra Kurniawan, Warga Masyarakat Peduli Lingkungan Inayah Wahid, Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Selatan Kisworo Dwi Cahyono.
Serta Koordinator Jatam Kalimantan Timur Mareta Sari, Wakil Ketua I Pengurus Pimpinan Wilayah Fatayat NU Daerah Istimewa Yogyakarta Rika Iffati Farihah, anggota Bidang IV Kajian Politik Sumber Daya Alam, Lembaga Hikmah, dan Kebijakan Publik Pimpinan Pusat Muhammadiyah Sanaullaili, Anggota Badan Pengurus Jatam Nasional Siti Maemunah, Kepala Bidang Kajian Politik Sumber Daya Alam Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah Wahyu Agung Perdana. [WLC02]
Discussion about this post