Wanaloka.com – Sebanyak 6 lembaga dan 10 individu mempersiapkan pengajuan Permohonan Hak Uji Materiil atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara ke Mahkamah Agung. Mengingat Pasal 83A PP tersebut yang menjadi landasan pemberian konsesi tambang secara prioritas melalui Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) pada organisasi keagamaan dinilai bertentangan dengan aturan yang di atasnya, yakni Pasal 75 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
“Jika melihat Pasal 83A, IUPK diberikan secara prioritas oleh pemerintah ke ormas keagamaan. Sedangkan Pasal 75 ayat 3 dan 4 UU Minerba mengatur mekanisme lelang untuk pemberian IUPK bagi selain BUMN dan BUMD. Jadi setiap IUPK yang diterbitkan atas dasar Pasal 83A dan diperuntukkan bagi ormas adalah cacat hukum,” tegas kuasa hukum pemohon, Wasingatu Zakiyah diskusi webinar dalam rangka peringatan Hari Pertambangan dan Energi 28 September yang bertajuk “Menolak Suap Tambang untuk Ormas Keagamaan” yang diadakan Tim Advokasi Tolak Tambang, Jumat, 27 September 2024.
Sudah ada dua ormas keagamaan yang setuju menerima izin tambang tersebut, yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Sementara sebelumnya, kedua ormas tersebut turut berperan mengadvokasi isu pelestarian lingkungan hidup dan sumber daya alam. Sebut saja, dalam Muktamar ke-34, NU mengeluarkan rekomendasi meminta pemerintah untuk fokus dan secara serius mengambil langkah-langkah mengurangi deforestasi menjadi nol hektare pada tahun 2023 dan mengakselerasi transisi ke energi terbarukan.
Baca Juga: Anggota DPR dan Akademisi Satu Suara Tolak Kebijakan Ekspor Pasir Laut
Sedangkan Muhammadiyah telah lama bergerak di bidang advokasi lingkungan hidup. Salah satunya dengan membentuk Majelis Lingkungan Hidup dan Muhammadiyah Climate Center serta menerbitkan buku yang berjudul “Teologi Lingkungan: Etika Pengelolaan Lingkungan dalam Perspektif Islam.”
Muhamad Isnur yang juga kuasa hukum pemohon menyinggung soal buruknya kebijakan pemerintah soal pemberian izin tambang bagi ormas keagamaan. Soal istilah “ormas keagamaan” misalnya, tidak ditemukan penjelasannya dalam PP Nomor 25 Tahun 2024. Bahkan dalam UU Ormas pun tidak diatur definisinya sehingga menjadi bias dan sangat tidak jelas dari segi peraturan.
Belum lagi terkait tambang, Indonesia turut berkomitmen secara internasional untuk mulai meninggalkan kegiatan-kegiatan ekstraktif yang merusak lingkungan, seperti pertambangan batu bara, dan lainnya. Bahkan forum dunia mengakui batu bara adalah sumber daya paling kotor dan ‘haram’.
Baca Juga: Yang Unik dari Bencana Palu 2018 , Gempa Bumi Berpusat di Darat yang Memicu Tsunami
“Jadi sangat aneh rasanya jika pemerintah terus memberikan izin tambang secara cuma-cuma. Terlebih untuk ormas keagamaan yang secara aturan lebih tinggi saja tidak jelas,” pungkas Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) tersebut.
Sementara ahli dari pemohon, Herlambang Perdana Wiratraman menerangkan soal potensi dampak kerusakan lingkungan dan ketidakadilan sosial akibat diberikannya izin tambang bagi ormas keagamaan. Serta kemungkinan melanggengkannya konflik-konflik sosial yang akan terjadi di kemudian hari.
Pemberian izin tambang untuk ormas keagamaan tentu lebih besar keburukannya ketimbang manfaatnya. Ormas keagamaan akan diseret dalam bisnis pertambangan yang merusak lingkungan. Padahal lingkungan hidup yang bersih dan sehat merupakan keadaaan yang semestinya dijaga dan dilestarikan, terkhusus oleh ormas keagamaan tersebut yang tentunya berpangku pada kitab-kitab ajaran agama masing-masing.
Baca Juga: Widiyatno, Perlindungan Spesies Asli dan Keragaman Genetik Hutan Tropis Lewat Enrichment Planting
“Ormas keagamaan semestinya tidak boleh memikirkan kepentingan ormasnya saja, melainkan harus juga memikirkan dan menyiapkan lingkungan yang bersih dan sehat untuk generasi mendatang (intergenerational equity),” tegas Herlambang yang juga Dosen Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada ini.
Sementara perwakilan Pemohon, Hema Situmorang mengungkap kerugian dan kerusakan lingkungan akibat kegiatan ekstraktif pertambangan. Sampai saat ini, belum ada sama sekali kegiatan pertambangan yang tidak mengakibatkan kerugian dan kerusakan lingkungan.
Discussion about this post