“Pola tersebut diulang terus hingga seluruh OBS dan OBEM dari setiap stasiun berhasil di-recovery,” Dwi menjelaskan.
Survei OBS dan OBEM ini dilakukan di zona tumbukan Jawa–Australia. Tujuannya untuk memetakan struktur kecepatan dan resistivitas listrik litosfer secara detail. Survei ini sekaligus mengungkap kondisi subduksi. Dengan memahami perbandingan data dari zona tersebut dengan wilayah tumbukan lain di dunia, penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi pada pengembangan model umum tentang proses tumbukan.
Selain itu, penelitian ini memanfaatkan distribusi gempa bumi alami dan profil refleksi seismik untuk memahami deformasi, pola migrasi magma, serta aliran fluida di zona tumbukan. Hasil penelitian ini diharapkan memberi pemahaman baru tentang evolusi sistem bumi serta membantu mengidentifikasi dan mengantisipasi bahaya geologi di kawasan subduksi–tumbukan.
Baca juga: Perubahan Iklim Sulit Diprediksi, BMKG Gunakan Kecerdasan Buatan
Selain memperoleh data seismografik dan eletromagnetik, tim periset Indonesia juga berhasil melaksanakan pengambilan sampel sedimen dasar laut serta sampel air permukaan dan di kedalaman 3000 meter.
Samudra Hindia dipilih sebagai area riset karena zona ini kembali menjadi pusat perhatian ilmuwan. Sejak zaman Mesozoikum, pertemuan tiga lempeng raksasa, yaitu Pasifik, Eurasia, dan India-Australia telah membentuk sistem subduksi dalam bentuk busur kepulauan yang unik di Asia Tenggara. Palung terdalam di Samudra Hindia terletak di Selatan Bali dengan kedalaman mencapai kurang lebih 7200 meter di bawah permukaan laut.
Cekungan laut ini merupakan akibat dari adanya aktivitas tektonik aktif. Wilayah zona konvergensi ini dicirikan oleh banyaknya gempa bumi pada kedalaman dangkal, menengah dan dalam. Beberapa gempa di lokasi ini dapat memicu timbulnya tsunami.
Baca juga: Jatam Menduga Badan Industri Mineral untuk Memfasilitasi Pengusaha Tambang Rakus
Menggunakan kapal riset RV Jia Geng atau Tan Kah Kee, ekspedisi ini merupakan kolaborasi Indonesia dan China untuk mempelajari proses tumbukan lempeng Jawa dan Australia serta dampaknya terhadap Bencana Geologi.
Tim periset Indonesia berasal dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), dan Institut Teknologi Bandung (ITB). Sementara itu, tim periset China berasal dari Second Institute of Oceanography Ministry of Natural Resources, Xianmen University, China Institute of Geoscience (Beijing), Guangzhou Marine Geological Survey, dan Xiamen Aixiang Technology. [WLC02]
Sumber: BRIN
Discussion about this post