Wanaloka.com – Tek tek tek. Bebunyian yang timbul dari dua bandul yang saling beradu itu tengah menjadi tren. Namanya lato-lato.
Permainan lato-lato yang tengah tren ternyata bukanlah permainan baru. Itu adalah permainan lawas dari Argentina. Bentuk mainan lato-lato berupa dua bandul berbentuk bulat yang diikat tali tersebut ternyata juga merupakan alat berburu primitif para gaucho (pemburu) dari Amerika Selatan untuk menangkap hewan. Caranya dengan melempar alat itu ke arah buruan hingga terjerat bagian kaki atau sayap. Di sana, alat berburu itu berasal dari kata bolas atau boleadora.
Sebagai mainan, lato-lato berupa dua bandul pendulum berbahan plastik polimer. Kedua bandul disambungkan seutas tali atau benang nilon. Bagian tengah tali terdapat sebuah cincin untuk pegangan saat menggerakan kedua bandulan tersebut. Kelihaian dalam memainkan lato-lato tampak ketika pemain mampu mempercepat benturan kedua bandulan dalam posisi stabil.
Baca Juga: Gempa Dangkal Pacitan Dirasakan hingga Yogyakarta dan Jawa Tengah
Lantas, mengapa permainan orang dewasa itu bisa terlahir kembali menjadi permainan anak-anak?
Menurut Dosen program studi Ilmu Sejarah Universitas Airlangga (Unair) Ikhsan Rosyid Mujahidul Anwari, karena manusia berperan sebagai homo ludens atau mahkluk yang suka bermain yang selalu memiliki permainan tren di setiap eranya. Tren permainan anak-anak maupun dewasa akan mengikuti perkembangan ekonomi dan zaman.
Lato-lato menjadi populer karena dipengaruhi media teknologi yang membuat permainan tersebut dikenal banyak orang. Namun kebertahanan sebuah permainan sangat ditentukan dengan kemunculan permainan-permainan berikutnya.
Baca Juga: Peta Bahaya Sesar Cugenang Terbaru, Empat Kecamatan Masuk Zona Terlarang
“Masing-masing zaman atau era selalu punya zeitgest atau jiwa zaman. Kebetulan, sekarang permainan lato-lato. Siapa yang menyebabkan permainan tersebut populer, salah satunya produsen media permainan anak. Saya kira ini akan berulang pada waktu mendatang,” jelas Ikhsan.
Tak sekedar permainan, lato-lato juga dilombakan. Menurut Ikhsan, kondisi itu tak lepas dari nilai-nilai yang terkandung dalam permainan anak-anak, yakni nilai pleasure, interaktif, dan kompetitif. Apalagi lato-lato menjadi tren setelah pandemi, sehingga anak-anak bisa berinteraksi lewat permainan itu. Di samping itu, nilai kompetitif dalam permainan tersebut juga berkaitan dengan kemampuan atau skill mereka sehingga muncul perlombaan.
Lato-lato Bagi Generasi Z
Sementara Ketua Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran, Hery Wibowo mengungkap fakta sosiologis dari permainan lato-lato. Kelahiran kembali permainan lato-lato yang pernah populer pada 1990-an menjadi momentum terbaik bagi orang tua untuk ‘sedikit’ melepaskan anak dari ketergantungan bermain gawai.
Baca Juga: PSHK UII Nilai Perppu Cipta Kerja Intrik Pemerintah Gugurkan Putusan MK, DPR akan Bahas Pekan Depan
“Juga momentum terbaik untuk membangun ‘growth mindset’ dengan penekanan, bahwa proses itu penting, tidak ada sukses instan, dan berlatih akan membawa hasil,” kata Hery.
Ada delapan fakta sosiologis terkait permainan lato-lato. Pertama, lato-lato mampu membangun interaksi sosial. Berbeda dengan permainan berbasis perangkat seperti HP, tablet, atau gawai lainnya, lato-lato lebih menyenangkan untuk dimainkan bersama-sama.
“Inilah ajang membangun interaksi sosial dari generasi Z yang sering disebut generasi ‘alien’ karena suka menyendiri dan rebahan. Tanpa terasa kohesi sosial antar anak-anak mulai terbangun,” kata Hery.
Baca Juga: Alfian Nur Rosyid, Satgas Covid-19 Meluruskan Isu Konspirasi hingga OTG
Discussion about this post