Wanaloka.com – Tungku smelter milik PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (PT ITSS) yang merupakan anak usaha Tsingshan Group asal Tiongkok di kawasan PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah meledak pada hari Ahad, 24 Desember 2023 pukul 05.30 WITA. Akibatnya, 13 orang pekerja tewas dan puluhan lainnya mengalami luka bakar berat hingga 70 persen.
Saat ini, semua korban masih dirawat di klinik 1 dan klinik 2 milik PT IMIP. Lantaran keterbatasan fasilitas dan daya tampung yang besar, para korban tengah dirujuk ke RSUD Morowali untuk penanganan lebih lanjut.
Bahkan berdasarkan rekaman suara yang diperoleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, terdengar suara yang diduga mandor perusahaan tengah menginstruksikan para pekerja untuk tidak menyebarluaskan informasi tentang kecelakaan kerja tersebut ke saluran komunikasi grup pekerja. Tiga klinik milik IMIP ditutup untuk umum.
Baca Juga: Industri Ekstraktif Tak Usai, Pemerintah Justru Genjot Tambang Bawah Tanah
Beberapa saat setelah kejadian, kondisi listrik di Morowali padam dan sinyal telepon mati. Listrik baru menyala kembali pada jam 14.20 WITA. Hingga rilis ini dikirim ke media, sedikitnya 6 unit ambulans bergerak ke RSUD Bungku, Morowali.
Berdasarkan kronologi yang dihimpun Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tengah, salah seorang karyawan Ferosilikon PT ITSS tengah melakukan perbaikan tungku. Lalu melakukan pemasangan plat besi di bagian tungku yang mengakibatkan ledakan sehingga memicu beberapa tabung oksigen di sekitar area ikut meledak.
“Kami mendesak pemerintah pusat untuk tidak diam saja. Produksi PT IMIP harus segera dihentikan, dan memberikan sanksi tegas terhadap PT IMIP, mengingat korban tidak sedikit dan seringkali terjadi kecelakaan kerja seperti ini, ” tegas Kepala Advokasi dan Kampanye Walhi Sulteng, Aulia Hakim.
Baca Juga: Gunung Lewotobi Laki-laki Erupsi, Hujan Abu di Lima Desa
Walhi Sulteng juga mendesak pemerintah menghentikan situasi yang tidak kondusif di lingkungan PT IMIP. Penghentian itu sesuai peraturan Pasal 113 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dalam Pasal 113. Bahwa suspensi Kegiatan Usaha Pertambangan dapat diberikan kepada Pemegang IUP dan IUPK jika terjadi keadaan yang kahar seperti yang disebutkan huruf (a) dalam Pasal 113. Penjelasan keadaan kahar antara lain, perang, kerusuhan sipil, pemberontakan, epidemik, gempa bumi, banjir, kebakaran, dan bencana alam maupun non alam di luar kemampuan manusia.
Kecelakaan Kerja Berulang Kali
Kecelakaan kerja tersebut bukanlah pertama kali terjadi di kawasan industri nikel. Walhi Sulteng mencatat pada 22 Desember 2022 lalu, dua pekerja Nirwana Sale dan Made Defri tewas akibat ledakan tungku yang terjadi di kawasan industri nikel milik PT Gunbuster Nickel Industri. Perusahaan besar asal Cina itu beroperasi di Kabupaten Morowali Utara.
Kemudian pada 27 April 2023, dua pekerja dumping milik PT Indonesia Guang Ching Nickel and Stainless Industry – yang juga berada dalam kawasan PT IMIP – mengalami kecelakaan kerja sehingga merenggut nyawa Arif dan Masriadi.
Baca Juga: Pascaerupsi Marapi, Bandara Internasional Minangkabau Dibuka Kembali
“Lagi-lagi kami melihat bagaimana pekerja ditumbalkan guna mengejar keuntungan semata,” kata Aulia.
Kecelakaan kerja ditengarai akibat penyediaan standar APD yang tidak pernah dipatuhi perusahaan. Ditambah paraturan jam kerja yang semena-mena, rotasi kerja yang kacau, juga peralatan yang dioperasikan tidak terkontrol sehingga memicu kecelakaan terjadi.
Menurut Edy Kurniawan dari YLBHI, berulangnya peristiwa kecelakaan kerja di kawasan IMIP Morowali, karena tidak ada tindakan tegas kepada perusahaan. Bahkan pemerintah. dalam hal ini BKPM, Kemenaker, dan aparat penegak hukum terkesan melakukan pembiaran (by omission) terhadap operasi perusahaan yang membahayakan warga negara (pekerja). Demi mengejar ambisi pertumbuhan ekonomi, Pemerintah rela membiarkan warganya dalam keadaan bahaya.
“Peristiwa ini bisa dikategorikan sebagai pelanggaran HAM serius. Kami berharap keberanian Komnas HAM untuk menyatakan peristiwa ini sebagai pelanggaran HAM,” tegas Edy .
Baca Juga: BBSPGL Petakan Potensi Energi Laut Indonesia untuk Listrik Capai 60 GW
Peristiwa yang terus berulang menandakan perusahaan-perusahaan di IMIP tidak pernah serius memperbaiki keadaan dan kondisi kerja di kawasan industri, serta menciptakan keselamatan bagi pekerja. Trend Asia mencatat pemberitaan yang tayang dalam media massa dalam rentang 2015-2022 menunjukkan 53 pekerja smelter meninggal, terdiri atas 40 pekerja Indonesia dan 13 WNA China di smelter nikel di Indonesia, termasuk IMIP.
Sedangkan data pemantauan Januari-September 2023 menunjukkan 19 kejadian kecelakaan di smelter nikel telah merenggut korban jiwa 16 orang dan 37 orang terluka. Lima di antaranya adalah tenaga kerja asal Cina dengan rincian 4 terluka dan 1 tewas.
Prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pertambangan mengacu pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 38 Tahun 2018 tentang penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja (SMK3) Pertambangan dan Mineral. Ketika kecelakaan terjadi, bahkan terjadi berulang kali harus menjadi pertanyaan serius dan perlu ditelusuri: apakah PT IMIP telah menerapkan SMK3P Pertambangan sesuai ketentuan yang berlaku.
Baca Juga: Perpres 78 Percepat Perampasan Tanah Rakyat untuk PSN, Walhi: Cabut!
“Jadi kecelakaan yang terjadi sebelumnya hingga yang terjadi saat ini mewajibkan pemerintah untuk mendesak IMIP segera melakukan audit eksternal atas kecelakaan yang terjadi,” imbuh Aulia.
Pemerintah Tutup Mata dan Telinga
Sayangnya, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah terlihat abai atas kecelakaan kerja yang terjadi. Berdasarkan catatan Walhi Sulteng, selama periode 2022-2023 tidak pernah satupun perusahaan yang diberi sanksi tegas atas kejadian kecelakaan kerja yang merenggut nyawa pekerja.
Discussion about this post