Penggunaan burung hantu sebagai pengendali hama juga memerlukan pengelolaan cermat. Jika populasi Tyto alba tidak dikendalikan dan makanan utama mereka menipis, maka mereka bisa memangsa spesies lain, seperti burung kecil, kelelawar, bahkan ternak kecil.
“Dalam jangka panjang, ini bisa mengganggu keseimbangan ekosistem lokal. Jadi diperlukan pemantauan dan pengaturan populasi secara berkelanjutan,” kata Yudhistira.
Baca juga: Hutan Pendidikan Universitas Mulawarman Gundul Akibat Tambang Ilegal
Membangun rubuha
Untuk mendukung konservasi dan efektivitas burung hantu, salah satu praktik terbaik yang dilakukan petani adalah menyediakan rumah burung hantu (Rubuha). Rubuha berupa kotak sarang di atas tiang setinggi 4 hingga 5 meter di lahan pertanian.
Tyto alba tidak membangun sarang sendiri, sehingga Rubuha menjadi kunci keberhasilan program konservasi ini. sekaligus menjadi fasilitas penting bagi mereka untuk menetap dan berkembang biak. Setiap Rubuha biasanya diletakkan dengan jarak 100 hingga 200 meter, tergantung luas lahan. Upaya ini agar wilayah jelajah antarburung (sekitar 12 hingga 25 hektar per pasang) tidak saling tumpang tindih.
Sebelum dilepas ke alam, burung hantu bisa ditangkarkan dan dilatih terlebih dahulu di kandang karantina. Dalam fase ini, mereka dikenalkan dengan tikus hidup sebagai pakan, lalu dilepas ke lingkungan pertanian secara bertahap.
Baca juga: Komitmen Muhammadiyah Mendampingi Warga Terdampak Konflik Agraria di Pakel
Sistem ini tidak hanya memastikan adaptasi yang mulus, tetapi juga memungkinkan burung berburu tikus secara mandiri tanpa ketergantungan pada manusia.
“Pemantauan populasi juga tetap diperlukan agar tidak terjadi ketidakseimbangan. Misalnya, saat jumlah tikus menurun drastis dan burung hantu mulai memangsa satwa lain,” imbuh dia.
Keberhasilan pendekatan ini sangat bergantung pada keterlibatan petani, edukasi yang memadai, dan dukungan kebijakan dari pemerintah. Fasilitasi penyediaan Rubuha dan pemantauan populasi burung menjadi bagian penting dari pengelolaan ekosistem pertanian yang sehat dan berkelanjutan.
“Sinergi konservasi yang menyatu dengan strategi pengendalian hama terpadu adalah masa depan sistem pertanian modern yang aman dari hama tanpa merusak lingkungan,” imbuh Yudhistira. [WLC02]
Sumber: KSDAE Kementerian Kehutanan, BRIN
Discussion about this post