Sementara di luar negeri, kanker serviks tidak lagi menjadi masalah karena ada deteksi dini dan vaksinasi HPV yang berjalan baik.
“Pemberian vaksin HPV di Indonesia bisa menjadi angin segar dalam menurunkan angka kejadian kanker serviks di Indonesia,” tambah Kepala Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) ini.
Baca Juga: Hati-hati, Jasa Penukaran Uang di Jalanan Bisa Berakibat Riba
Berkaitan dengan dampak negatif vaksin HPV yang dianggap dapat melegitimasikan angka seks bebas seperti yang beredar di masyarakat, Brahmana menegaskan bahwa secara ilmiah tidak ada dampak negatif terkait vaksin HPV ini.
Pemberian vaksin HPV bukan berarti 100 persen terproteksi dari kanker serviks. Namun vaksin HPV menurunkan risiko terjadinya kanker servik secara signifikan.
“Sehingga hubungan seks bebas tetap harus dihindari,” jelas Brahmana.
Brahmana mengimbau kepada masyarakat Indonesia untuk ikut serta menyukseskan target pemerintah untuk memberikan vaksin HPV di seluruh provinsi pada 2023.
Menurutnya, upaya pencegahan kanker serviks dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, vaksin HPV pada usia muda. Kedua, melakukan skrining kanker serviks melalui pap smear secara rutin bagi perempuan yang telah berhubungan seks hingga usia 65 tahun.
Deteksi Dini Kanker Serviks
Sementara dokter kandungan M. Ary Zucha dari Departemen Obstetri dan Ginekologi, FKKMK UGM menjelaskan sebagian besar penularan kanker serviks melalui kontak seksual. Kemudian non-seksual, misalnya melalui pakaian dalam yang berganti-ganti orang, kurang bersih, sarung tangan dokter yang tidak berganti setiap pasien, dan sebagainya.
Pencegahan kanker serviks bisa dilakukan, pertama dengan vaksinasi HPV (pencegahan primer) dan lesi prakanker (pencegahan sekunder). Vaksinasi atau imunisasi HPV dilakukan untuk mencegah infeksi virus HPV yang dapat menyebabkan kanker serviks.
Baca Juga: Yang Dilakukan dan Dihindari agar Tetap Fit Selama Mudik
Kedua, proses terjadinya kanker panjang, dari pertama kali terinfeksi HPV sampai menjadi kanker membutuhkan proses 3-17 tahun atau proses panjang yang dinamakan lesi pra kanker. Dalam proses ini sudah terjadi infeksi, tetapi bisa dicegah sebelum menjadi kanker.
Zucha memaparkan ada dua kelompok virus HPV, yaitu HPV risiko tinggi dan HPV risiko rendah. HPV risiko tinggi dikaitkan dengan perkembangan menjadi kanker serviks, misalnya tipe 16 dan 18. Sedangkan HPV risiko rendah tidak menyebabkan kanker serviks, tapi menyebabkan kutil, misalnya tipe 6 dan 11.
“Jika mengenali lesi prakanker atau sebelum terjadinya kanker serviks dan diobati, maka angka kesembuhannya 86-95 persen,” kata Zucha.
Artinya, apabila diketahui sejak awal, angka kesembuhannya tinggi sekali. Kanker masih bisa dioperasi dan pengobatannya tuntas, angka kesembuhannya juga semakin baik. Namun semakin stadium lanjut, angka kesembuhannya rendah.
Masyarakat disarankan melakukan skrinning kanker serviks dengan menjalani pap smear atau IVA di puskesmas, bidan, atau dokter terdekat. [WLC02]
Sumber: kemkes.go.id, unairac.id, ugm.ac.id
Discussion about this post