Sebelumnya, melalui siaran pers Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) sebagaimana dilansir dari walhi.or.id, Rabu, 12 Januari 2022, organisasi lingkungan itu memetakan beberapa problem lingkungan dan sosial dari dampak pengesahan UU IKN oleh DPR.
Pertama, rentan konflik sosial.
Setidaknya terdapat 26 desa dan kelurahan di Kecamatan Sepaku dengan penduduk 31.814 jiwa (2018), 23 desa dan kelurahan di Kecamatan Samboja berpenduduk 63.128 jiwa (2017), 8 desa dan kelurahan di Kecamatan Muara Jawa berpenduduk 37.857 jiwa (2017), serta 15 desa dan kelurahan di Kecamatan Loa Kulu dengan 52.736 jiwa (2017) penduduk. Penduduk lokal ditengarai akan terdampak masuknya sekitar 7.687 jiwa dari perpindahan pegawai lembaga negara, lembaga pemerintah, dan pendukungnya.
Sementara tanah di kawasan IKN bukanlah tanah tak bertuan. Melainkan ada masyarakat adat yang hidup di sana sejak 1963. Problem sosial ditengarai muncul antara pendatang dengan penduduk lokal yang memiliki sejarah tenurial yang cukup erat sebelumnya.
Baca Juga: Pelarangan Ekspor Batu Bara Bukan Solusi, Harus Percepat Transisi Energi Terbarukan
Kedua, pemutihan tanggung jawab korporasi dan sarat kepentingan politik.
Lokasi IKN bukanlah lahan kosong. Melainkan terdapat 162 konsesi tambang, kehutanan, perkebunan sawit dan PLTU batubara di atas wilayah total kawasan IKN seluas 180.000 hektare yang setara dengan tiga kali luas DKI Jakarta. Hasil penelusuran menunjukkan ada 148 konsesi, antara lain pertambangan batubara, baik yang berstatus Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan 1 (satu) di antaranya berstatus Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Konsesi pertambangan sudah mencapai 203.720 hektare yang seluruhnya masuk dalam kawasan IKN.
Ketiga, ancaman terhadap daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
Berdasarkan hasil studi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) IKN menunjukkan setidaknya ada tiga permasalahan mendasar apabila IKN dipaksakan. Pertama, ancaman terhadap tata air dan risiko perubahan iklim. Kedua, ancaman terhadap flora dan fauna. Ketiga, ancaman terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
Baca Juga: Trend Asia: Larangan Ekspor Batu Bara Diduga PLN Terancam Krisis
Walhi juga melihat kehadiran IKN semakin memperparah bencana ekologis dan merampas wilayah kelola rakyat. Banjir yang terjadi pada wilayah ring I IKN pada akhir 2021 kian mempertegas wilayah tersebut tidak layak berdasarkan KLHS menjadi lokasi IKN.
“Persoalan-persoalan itu tidak hanya terjadi di Kalimantan Timur, tetapi juga daerah lain sebagai pemasok bahan baku untuk rencana pembangunan IKN. Harusnya ini jadi argumentasi untuk menghentikan semua tindakan dan kebijakan dalam penetapan IKN,” kata Direktur Walhi Kalimantan Timur, Yohana Tiko. [WLC02]
Discussion about this post