Wanaloka.com – Krisis lingkungan di pesisir Jawa Tengah semakin mendesak dan darurat. Desa-desa tenggelam, ekosistem rusak, dan mata pencaharian masyarakat terancam. Kondisi-kondisi tersebut tidak bisa “dinormalisasi,” hanya sebagai akibat dari dampak perubahan iklim. Lebih dari itu harus dilihat sebagai krisis iklim yang diperparah dengan berbagai kebijakan yang tidak berpihak pada keberlanjutan pesisir dan kemaslahatan serta keselamatan masyarakat Jawa Tengah.
Guna mendengungkan kesadaran masyarakat lebih luas tentang kondisi ini, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menginisiasi program Media Fellowship “Jurnalis Peduli Pesisir, Selamatkan Urip Wong Jateng,” yang diluncurkan, Kamis, 24 Januari 2025.
Program ini bertujuan untuk melibatkan para jurnalis, pers mahasiswa, hingga komunitas muda pesisir untuk mengungkap dan menyadarkan masyarakat dan pengambil kebijakan akan pentingnya menjaga kelestarian pesisir. Melalui karya-karya jurnalistik yang berkualitas, serta kolaborasi berbagi pengetahuan dan pemahaman dengan masyarakat pesisir, diharapkan dapat mendorong perubahan kebijakan dan tindakan nyata untuk menyelamatkan pesisir Jawa Tengah (Jateng).
Baca juga: Bencana Hidrometeorologi Pekan Terakhir Januari, 5 Tewas dan 1 Hilang
Direktur Walhi Jateng, Fahmi Bastian menjelaskan lebih dari 1.000 desa pesisir di Indonesia telah tenggelam pada 2020. Dan Jateng menjadi salah satu daerah dengan jumlah kasus tertinggi, yaitu 109 desa. Prediksi ke depan akan bertambah dengan melihat kondisi desa-desa pesisir saat ini.
Desa-desa seperti Timbulsloko, Bedono, dan Sriwulan di Demak kini telah berubah menjadi rawa-rawa, bahkan lautan. Selain itu, proyek-proyek pembangunan seperti Tol Tanggul Laut Semarang Demak (TTLSD), reklamasi, pembangunan kawasan industri dan penambangan pasir laut juga turut memperburuk situasi.
“Kami bukan anti pembangunan, tapi kami melihat kebijakan pemerintah yang katanya membangun untuk menyejahterakan masyarakat dan keberlanjutan ekosistem pesisir sama sekali bertolak belakang dengan dampak yang dihasilkan,” kata Fahmi.
Baca juga: Ekskursi untuk Melihat Potensi dan Manifestasi Panas Bumi di Gunung Kamojang
Laut dan pesisir hanya dilihat sebagai komoditas yang menguntungkan investor, meminggirkan dan memiskinkan masyarakat pesisir. Bahkan malah merusak terumbu karang tempat rumah ikan, dan menghabisi hutan-hutan mangrove yang selama ini menjadi benteng pesisirnya Jawa Tengah.
Kegiatan peluncuran Media Fellowship didahului dengan Diskusi Publik yang menghadirkan sejumlah narasumber, termasuk pakar pesisir Hotma Uli Sidabalok. Juga perwakilan masyarakat dari wilayah terdampak, seperti Bedono, Tambakrejo, dan Batang, yang juga menjadi desa terdampak krisis.
Discussion about this post