Sabtu, 23 September 2023
wanaloka.com
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video
No Result
View All Result
wanaloka.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

Walhi Menduga Strategi Green Transformation Jepang Solusi Palsu Dekarbonisasi

Komitmen sejumlah negara maju untuk mengupayakan dekarbonisasi dipertanyakan karena setengah hati. Dukungan penggunaan bahan bakar fosil masih masif. Ada agenda tersebunyi apakah sebenarnya?

Rabu, 28 September 2022
A A
Ilustrasi PLTU batu bara. Foto stevepb/pixabay.com

Ilustrasi PLTU batu bara. Foto stevepb/pixabay.com

Share on FacebookShare on Twitter

Wanaloka.com – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nasional menengarai perhelatan “Tokyo GX Week” alias Tokyo Green Transformation Week yang digelar pemerintah Jepang hanya solusi palsu mengatasi emisi karbon. Meskipun acara yang digelar sejak 26 September 2022 itu mempromosikan berbagai teknologi seperti co-firing hidrogen dan amonia, teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS), serta penggunaan Liquid Natural Gas (LNG).

“Co-firing hidrogen dan amonia pada pembangkit listrik termal itulah contoh utama solusi palsu itu,” kata Manajer Kampanye Tambang dan Energi Walhi, Fanny Tri Jambore dalam siaran pers tertanggal 26 September 2022.

Selain tidak menurunkan total emisi dari sektor energi, co-firing pada PLTU termal hanya akan memperpanjang umur infrastruktur bahan bakar energi fosil.

Baca Juga: Jepang Hentikan Pinjaman Proyek PLTU Indramayu, Walhi: Perbankan Juga Harus Hentikan Pendanaan

“Strategi GX pemerintah Jepang ini hanya menunda upaya dekarbonisasi,” imbuh Fanny.

Sementara strategi GX tengah didorong untuk diimplementasikan bukan hanya di Jepang. Melainkan juga di negara-negara berkembang di Asia. Pemerintah Jepang membahasakan upaya tersebut sebagai usaha mewujudkan masyarakat yang terdekarbonisasi.

Diakui Fanny, hidrogen dan amonia tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca saat pembakaran di pembangkit listrik. Namun kedua bahan bakar itu tetap menghasilkan emisi gas rumah kaca yang besar selama produksi dan transportasinya. Metode produksi amonia komersial saat ini bersumber dari bahan bakar fosil, seperti gas. Meskipun dengan alat canggih, produksi satu ton amonia akan menghasilkan emisi sekitar 1,6 ton CO2. Sebagian besar produksi hidrogen juga berasal dari gas dan batubara. Artinya, penggunaan amonia dan hidrogen tidak bisa dianggap sebagai upaya dekarbonisasi.

Baca Juga: Indonesia-Jepang Kerja Sama Transisi Energi, Investasi akan Dipermudah

“Jadi upaya mengurangi emisi gas rumah kaca dengan co-firing hidrogen dan amonia di pembangkit listrik termal tidak memadai,” kata Fanny.

Bagaimana dengan di Indonesia?

Pemerintah Jepang tengah mendorong pemakaian hidrogen dan amonia, serta CCS/CCUS untuk mencapai “transisi energi yang realistis” di bekas negara jajahannya ini. Japan International Cooperation Agency (JICA) telah mengembangkan peta jalan untuk mencapai netralitas karbon pada 2060 bagi Indonesia.

Untuk mencapai peta jalan tersebut, telah diusulkan penggunaan amonia, hidrogen, dan LNG (dengan CCS) sebagai tiga bahan bakar utama, dengan memprioritaskan penggunaan co-firing amonia dan biomassa pada PLTU Batubara sebagai target jangka pendek. Sedangkan pemakaian hidrogen diharapkan akan menyumbang sebagian besar bauran energi listrik setelah 2051. Ironinya, korporasi-korporasi Jepang telah mengumumkan studi kelayakan untuk proyek-proyek semacam ini bisa dijalankan di Indonesia.

Baca Juga: Pemerintah Indonesia akan Pensiunkan PLTU, Tapi Ada yang Dikecualikan

Lantaran hidrogen, amonia, dan CCS tidak akan mengurangi emisi gas rumah kaca serta penuh dengan ketidakpastian pada efisiensi ekonomi maupun efektivitas teknologi, sehingga mempromosikan bahan bakar dan teknologi ini sebagai bagian dari transisi energi, menurut Fanny tidak lebih hanya pemanis alias solusi palsu.

“Jadi pemerintah Jepang harus segera menghentikannya. Upaya itu hanya akan memperpanjang umur PLTU batu bara,” tegas Fanny.

Sedangkan PLTU batu bara selama ini telah menimbulkan biaya lingkungan dan sosial bagi masyarakat terdampak. Tak terkecuali kerusakan kesehatan dan efek buruk pada mata pencaharian, seperti pertanian dan perikanan.

Terkait

Page 1 of 2
12Next
Tags: dekarbonisasiEmisi gas rumah kacaGreen TransformationJepangPLTU batu barasolusi palsuTokyo GX WeekWalhi Nasional

Editor

Next Post
Ilustrasi koloni semut. Foto monsterpong09/pixabay.com

Semut, Serangga Pintar Jadi Inspirasi Manusia Bertahan Hidup

Discussion about this post

TERKINI

  • Episenter gempa 6,6 magnitudo Laut Banda, Maluku, pada Jumat, 22 September 2023, pukul 21.59 WIB. Foto Google Earth berdasarkan koordinat pusat gempa BMKG.Gempa 6,6 Magnitudo Laut Banda Maluku, Ini Analisis BMKG
    In News
    Jumat, 22 September 2023
  • Presiden Jokowi didampingi Menteri Siti Nurbaya meninjau persemaian Mentawir pada Kamis, 21 September 2023. Foto ppid.menlhk.go.id.Dari Mentawir Menghijaukan Ibu Kota Nusantara dan Kalimantan
    In News
    Kamis, 21 September 2023
  • Dekan Fakultas Biologi UGM, Prof. Budi Setiadi Daryono. Foto sustainabledevelopment.ugm.ac.id.Budi Setiadi: Teknologi AI Berperan Mengelola dan Melestarikan Sumber Hayati
    In Sosok
    Rabu, 20 September 2023
  • Ilustrasi kapal penangkap ikan. Foto moritz320/pixabay.com.Walhi: Ekonomi Biru Dorong Perampasan Ruang Laut di Indonesia, Ini Catatannya
    In Lingkungan
    Rabu, 20 September 2023
  • Pembukaan The 4th Workshop of Blue Carbon Hub Think Thank - IORA di Bali. Foto Dok. Kemenko Marves.Ekosistem Karbon Biru Diklaim Dukung Keberlanjutan Ekonomi Biru
    In News
    Rabu, 20 September 2023
wanaloka.com

©2022 Wanaloka Media

  • Pedoman Media Siber
  • Tentang Wanaloka.com

No Result
View All Result
  • Home
  • Lingkungan
  • Sosok
  • News
  • Foto
  • Bencana
  • Traveling
  • IPTEK
  • Rehat
  • Video

©2022 Wanaloka Media