“Dengan segala hormat, kami Fraksi PKS menolak Perppu Nomor 2 tahun 2022 dan menyatakan walk out untuk agenda penetapan Perppu, meski akan kembali lagi untuk agenda lain,” kata Bukhori sebelum walk out dari rapat paripurna di Gedung DPR Nusantara II, Senayan, Jakarta, 21 Maret 2023.
Sedangkan anggota Fraksi Partai Demokrat Hinca Panjaitan dalam pandangan fraksi yang disampaikan menjelaskan, Mahkamah Konstitusi telah menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan meminta sejumlah perbaikan. Salah satu perimbangan majelis adalah belum terpenuhinya pelibatan masyarakat kala menerbitkan UU.
“Bukannya melibatkan masyarakat, pemerintah justru merespons dengan mengeluarkan Perppu,” kata Hinca.
Baca Juga: Peringatan Hari Meteorologi, BMKG Resmikan Tower Gas Rumah Kaca
Fraksi Partai Demokrat menilai Perppu tidak sesuai dengan amar putusan MK yang menghendaki pelibatan masyarakat. Bukan hanya tidak memenuhi aspek legalitas, Perppu Cipta Kerja juga bisa mencoreng konstitusi. Apalagi, Hinca menyebut alasan kegentingan memaksa yang kerap digembar-gemborkan pemerintah tidak rasional.
“Kami bertanya, Perppu ini hadir untuk kegentingan memaksa atau kepentingan penguasa?” tanya Hinca.
Perubahan Poin Cipta Kerja
Wakil Ketua Baleg M. Nurdin menyampaikan laporan Baleg dalam rangka pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan Hasil Pembahasan RUU Perppu Cipta Kerja menjadi UU, dalam Rapat Paripurna Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023. Dalam laporannya, ia merinci beberapa perubahan terkait sektor-sektor dalam UU yang telah dibahas sejak April 2020 tersebut. Meski, secara umum, Nurdin mengatakan isi muatan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 sama dengan isi UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
Baca Juga: Pro Kontra Kecerdasan Buatan, UGM dan UNESCO Susun Pedoman Etika AI
Perubahan sektor ketenagakerjaan, meliputi, pertama, Pasal 64 tentang Alih Daya (Outsourcing), yakni mengatur kembali ketentuan mengenai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya (alih daya/outsourcing) untuk jenis pekerjaan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Kedua, Pasal 67 terdapat perubahan frasa ‘cacat’ menjadi ‘disabilitas. Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang disabilitas wajib memberikan perlindungan sesuai jenis dan derajat disabilitas.
Ketiga, upah minimum diatur dalam Pasal 88C, Pasal 88D, Pasal 88F, dan Pasal 92.
Pada sektor jaminan produk halal, terkait sertifikasi halal, yaitu Pasal 1 angka 10 ketentuan umum, perluasan pemberi fatwa halal yaitu Majelis Ulama Indonesia (MUI), MUI provinsi, MUI kabupaten/kota, Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh, atau Komite Fatwa Produk Halal dan penyesuaiannya dalam norma, serta Pasal 4A, Pasal 5, Pasal 7, Pasal 10, Pasal 10A, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 33A, Pasal 33B, Pasal 42, Pasal 44, Pasal 50, Pasal 52A, Pasal 52B, Pasal 63A dan Pasal 63C.
Baca Juga: Waspada Flu Burung, Bisa Menular dari Unggas ke Manusia
Kemudian Pasal 40A tentang pengelolaan sumber daya air, bahwa pelaksanaan sumber air berupa pengalihan alur sungai berdasarkan persetujuan oleh pemerintah. Mendukung penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk bendungan, waduk, dam, embung, dan lain-lain dan pengenaan sanksi administratif dan pidana di Pasal 70, Pasal 73 dan Pasal 75A.
Selanjutnya terdapat harmonisasi dan sinkronisasi dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah. Terakhir, ada perbaikan teknis penulisan antara lain adalah huruf yang tidak lengkap, rujukan pasal atau ayat yang tidak tepat, salah ketik, dan/atau judul atau nomor urut bab, bagian, paragraf, pasal, ayat atau butir yang tidak sesuai yang bersifat tidak substansi. [WLC02]
Sumber: Walhi Nasional, DPR
Discussion about this post