Percobaan awal dilakukan dengan menggunakan bijih besi limonit (gutit). Dalam waktu satu menit, bijih tereduksi sebagian menjadi logam. Lalu, dalam waktu dua menit, bijih berhasil tereduksi sempurna menjadi logam.
Percobaan dilanjutkan menggunakan bijih nikel saprolit untuk menghasilkan feronikel. Dalam waktu 1,5 menit, dihasilkan feronikel dengan kandungan lebih dari 20 persen dan angka recovery mendekati 100 persen.
Baca Juga: Kementerian ESDM akan Genjot Lifting Minyak untuk Swasembada Energi
Percobaan terbaru adalah mencampurkan bijih nikel dan kromit untuk menghasilkan baja tahan karat. Dalam skala pabrik, proses produksi baja tahan karat membutuhkan waktu sangat panjang dan menggunakan berbagai alat.
Ia mencoba untuk mencampur 30 persen-35 persen bijih kromit dengan bijih nikel menggunakan satu alat dan berhasil menghasilkan baja tahan karat (stainless steel). Ia berharap, percobaan ini dapat dikembangkan ke skala pabrik.
Zulfiadi memproyeksikan cita-cita pengolahan logam pada masa depan dengan membat mesin yang memanfaatkan artificial intelligence (AI). Mesin tersebut dapat menghasilkan berbagai jenis logam sesuai bahan yang dimasukkan penggunanya.
“Reaktor plasma hidrogen menggunakan green hydrogen dan sumber listrik EBT merupakan alternatif produksi logam yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Mari realisasikan pengolahan logam yang greener, cleaner, faster, smarter bersama,” ajak dia. [WLC02]
Sumber: ITB
Discussion about this post