Kondisi ini menjadi legitimasi bagi Rusia untuk menggelar operasi militer di wilayah Ukraina. Dan dua wilayah ini adalah pusat industri baja dan wilayah strategis yang dijadikan legitimasi untuk memaksa Ukraina tunduk kepada Rusia.
“Sejak pecahnya Uni Soviet, Ukraina menjadi negara merdeka. Wilayah perbatasan selalu memicu konflik karena banyak penduduk Ukraina di perbatasan adalah etnik Rusia. Mereka ingin lepas dari Ukraina dan oleh karena itu wilayah ini rawan gerakan separatis. Secara sepihak beberapa wilayah ini mengadakan referendum yang hasilnya menginginkan lepas dari Ukraina. Bagi Rusia, keberadaan Ukraina tidak masalah asal pemerintahnya tunduk kepada Rusia,” jelas Agung.
Baca Juga: Kerusakan Bangunan Dampak Gempa M6,1 di Pasaman Barat
Kemungkinan Rusia menyerang Ukraina secara besar-besaran merupakan skenario yang masuk akal. Pasalnya, Rusia telah menempatkan sejumlah besar pasukan dan instalasi militernya di perbatasan Ukraina.
“Ukraina saat ini berada di posisi yang sangat rentan. Ia juga melihat bantuan militer NATO belum memungkinkan, sebab Ukraina bukanlah anggotanya,” kata Agung.
Solusi konflik Rusia-Ukraina
Sejumlah solusi, menurut Agung ditengarai “sulit” ditempuh pihak-pihak untuk meredakan serangan dan ketegangan antara Rusia dengan Ukraina.
Pertama, ada tekanan dari Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kepada Rusia. Tapi, opsi ini disebutnya sulit terjadi. Sebab, Rusia merupakan anggota tetap DK PBB dan negara ini dapat menggunakan hak vetonya.
“Embargo ekonomi untuk memaksa Rusia untuk menarik pasukannya. Opsi ini juga kurang efektif karena Rusia adalah negara besar yang punya kekuatan ekonomi untuk bertahan dari embargo Barat,” ujar Agung.
Kedua, menggalang opini melalui Majelis Umum PBB, bahwa tindakan Rusia bertentangan dengan kaidah hukum internasional. Apabila ada ajakan untuk menggalang opini dari masyarakat sipil global melalui media sosial, cara ini akan dilawan oleh warga Rusia.
Baca Juga: Gempa Pasaman Barat, BNPB: 2 Orang Meninggal, 20 Orang Luka-luka
“Yang terjadi adalah cyber war,” kata Agung.
Ketiga, meskipun serangan Rusia-Ukraina selama ini hanya melibatkan kedua negara dan negara-negara Barat, Agung menyebut Indonesia juga dapat berkontribusi dalam mendamaikan konflik ini. Alasannya, Indonesia mempunyai Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagai landasan norma yang kuat untuk ikut serta memelihara perdamaian dunia.
Ia juga memandang hubungan antara Indonesia dengan Rusia maupun Ukraina juga baik dan Indonesia saat ini telah memegang Presidensi G20 sejak tanggal 1 Desember 2021 yang lalu.
“Indonesia negara terbesar di ASEAN dan ASEAN mempunyai partnership dengan Rusia. Kartu ASEAN ini bisa dimanfaatkan oleh Indonesia. Atas dasar potensi itu, Indonesia harus melakukan diplomasi super aktif untuk menjambatani antara Rusia dan Ukraina,” papar Agung. [WLC02]







Discussion about this post