Wanaloka.com – Dosen Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), I Gusti Agung Made Wardana bersama LBH-YLBHI se-Jawa mengajukan permohonan informasi publik terkait pengelolaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Pulau Jawa ke Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Pemohon mengajukan permintaan informasi publik berupa Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Izin Lingkungan, Laporan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Rencana Kelayakan Lingkungan Hidup.
Selain itu, Pemohon juga meminta hasil pengukuran emisi dalam sistem pemantauan terus-menerus emisi (continuous emission monitoring system/CEMS) beserta laporan pelaksanaan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dari 16 PLTU di Pulau Jawa. Keberadaan 16 PLTU itu berdampak besar bagi lingkungan itu meliputi PLTU Kendal, PLTU Suralaya, PLTU Paiton unit 1 sampai dengan unit 9, PLTU Cirebon, PLTU Tanjung Jati B. Kemudian PLTU Cilacap, PLTU Pacitan, PLTU Pelabuhan Ratu, PLTU Adipala, PLTU Indramayu, PLTU Labuan, PLTU Jawa Tengah, PLTU Jawa-7, PLTU Tanjung Awar-Awar, PLTU Rembang, dan PLTU Banten.
“Kami ingin melakukan kajian komprehensif dan ingin melihat bagaimana proses penyusunan dokumen lingkungan PLTU di Pulau Jawa,” kata Agung dalam rilis yang diterima Wanaloka.com, Selasa, 29 April 2025.
Baca juga: Bencana Karhutla 244 Hari, Apel Kesiapsiagaan Karhutla 2025 Digelar
Dokumen AMDAL adalah penting, sebab perkembangan pengetahuan terbaru telah menyebutkan harus ada analisis perubahan iklim yang dimasukkan ke dalam AMDAL. Yakni tentang bagaimana proyek tersebut berdampak pada perubahan iklim. Sekaligus perlu dokumen teknis untuk melihat ketaatan pemilik proyek PLTU tersebut terhadap pemantauan emisi gas rumah kaca, sekaligus pengelolaan limbah B3.
“Alasan kami mengajukan permohonan ini ke KLH, karena kami berkeyakinan untuk mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai hak asasi manusia, adalah kewajiban negara untuk memastikan PLTU tidak menyebabkan pencemaran udara dan kerusakan lingkungan,” tegas akademisi yang kerap disapa Igam ini.
Kajian terhadap PLTU di Jawa menjadi mendesak karena ada beberapa putusan pengadilan yang harus ditindaklanjuti Kementerian Lingkungan Hidup. Pertama, Putusan Citizen Lawsuit soal polusi udara di Jakarta.
Baca juga: Bukan Lagi PSN, Pemerintah Seharusnya Hentikan Proyek Rempang Eco City
Kedua, Putusan Edy Kusworo di Papua berkaitan dengan Suku Awau yang berkaitan dengan tidak diintegrasikannya AMDAL dengan Analisis Perubahan Iklim. Celakanya, hakim mengafirmasi argumen Tergugat sehingga hal ini menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum lingkungan. Bagaimana pun, lanjut dia, setiap proyek juga harus memperhatikan perubahan iklim.
Ketiga, Putusan berkaitan dengan PLTU Tanjung Jati di Bandung. Hakim memutuskan bahwa pengintegrasian Analisis Perubahan Iklim dalam AMDAL merupakan keharusan sebagai bentuk pelaksanaan prinsip kehati-hatian. AMDAL yang tidak memiliki aspek analisis perubahan iklim perlu dipandang cacat substansi.
“Jadi izin lingkungan yang berasal dari AMDAL itu cacat dan harus dicabut,” sambung Igam.
Baca juga: Pelaku Perdagangan Cula Badak Jawa di Ujung Kulon Batal Bebas
Pengacara Publik LBH Jakarta, Alif Fauzi Nurwidiastomo menggarisbawahi buruknya kualitas pelayanan publik KLH ditunjukkan adanya ketidakjelasan mekanisme penerimaan surat dan ketiadaan tanda terima surat.
Pertama, Sangat prihatin atas kualitas pelayanan publik KLH karena ketidakjelasan tata persuratan yang ditujukan kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi KLH. Alif juga menyatakan perihal informasi sebagai uji kepatuhan PLTU.
Discussion about this post